Ironi politik uang dan kedunguan pemilih adalah fenomena kompleks yang mencerminkan tantangan dalam demokrasi, terutama di daerah dengan pendidikan politik yang rendah dan ketimpangan ekonomi.
Meski banyak pemilih menyadari dampak buruk politik uang, mereka tetap menerima tawaran tersebut, dengan alasan pragmatis seperti kebutuhan ekonomi jangka pendek.
Akibatnya, mereka “menggadaikan” masa depan untuk keuntungan sesaat. Pemilih yang tergiur oleh politik uang sering kali menjadi korban kebijakan buruk di kemudian hari, seperti korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat yang mereka pilih. Karena sering jadi korban, mereka justru memperkuat sikap apatis sebagai pemilih yang pada akhirnya mengulang siklus politik uang di pemilu berikutnya.
Pemilih sering menyalahkan politisi atas korupsi, namun lupa bahwa mereka sendiri ikut berkontribusi melalui praktik politik uang. Walaupun kemiskinan dan kebodohan adalah faktor paling berisiko, tetapi bukan satu-satunya penyebab kedunguan pemilih. Banyak masyarakat miskin yang tetap memilih dengan bijaksana berdasarkan program calon.
Sebaliknya, pemilih yang terdidik dan berkecukupan pun kadang terlibat dalam politik transaksional karena alasan pragmatis atau keuntungan pribadi. Pemilih yang miskin sering kali memprioritaskan kebutuhan jangka pendek daripada pertimbangan jangka panjang, sehingga mudah tergiur oleh uang atau barang dari kandidat. Kemiskinan dapat menciptakan situasi di mana pemilih merasa tidak memiliki kekuatan untuk menuntut kualitas kandidat yang lebih baik.
Halaman Berita ini : 1 2 3 4 5 Baca Halaman Selanjutnya
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan