SURAKARTA, DNID.CO.ID — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan kembali posisi strategis pers sebagai garda terdepan dalam menjaga persatuan dan integritas bangsa di tengah tantangan era digital yang semakin kompleks.
Pernyataan tersebut disampaikan Meutya saat menghadiri acara Pengukuhan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Masa Bakti 2025–2030 di Monumen Pers Nasional, Surakarta, Sabtu (4/10/2025).
Dalam kesempatan itu, ia mengingatkan bahwa di tengah derasnya arus disinformasi, maraknya ujaran kebencian, dan pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan artifisial (AI), pers harus tetap menjadi benteng terakhir dalam menjaga kualitas informasi dan harmoni sosial di masyarakat.

“Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat sering kesulitan membedakan mana berita yang benar dan mana yang hoaks. Pemerintah mengajak semua pihak untuk kembali mempercayai karya jurnalistik yang berpegang pada etika dan profesionalisme,” ujar Meutya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai bahwa tantangan digitalisasi dan kehadiran AI bukan sekadar perubahan teknologi, melainkan juga ujian bagi keutuhan ekosistem informasi nasional.
Kemudian menurutnya, Jika tidak dikelola dengan bijak, arus informasi yang tidak terverifikasi dapat merusak kepercayaan publik dan berpotensi memecah persatuan bangsa.
Selain menyoroti ancaman disinformasi, Meutya Hafid juga menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan industri media di Indonesia. Ia menegaskan bahwa media massa tidak hanya berfungsi menyebarkan berita, tetapi juga berperan sebagai pilar demokrasi dan perekat kebangsaan.
“Media harus terus menghadirkan karya jurnalistik yang memberi manfaat bagi publik. Tanggung jawab media tidak berhenti pada penyajian informasi, tetapi juga pada menjaga kesadaran kritis dan semangat kebangsaan masyarakat,” jelasnya.
Menurut Meutya, pemerintah berkomitmen untuk mendukung penguatan ekosistem media, baik dari sisi regulasi, keberlanjutan bisnis, maupun perlindungan terhadap jurnalis.
Dalam konteks penguatan profesionalisme, Meutya mengajak PWI untuk mengambil peran strategis sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar di tanah air.
Ia berharap PWI menjadi wadah yang produktif dan nyaman bagi seluruh anggotanya, serta mampu melahirkan karya jurnalistik yang kredibel dan berintegritas tinggi.
“PWI harus menjadi contoh bagaimana pers mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri sebagai pengawal kebenaran dan perekat bangsa,” tegasnya.
Meutya menambahkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, organisasi pers, dan insan media perlu terus diperkuat agar pers Indonesia mampu menghadapi tantangan global yang semakin berat.
Sinergi tersebut, katanya, menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial dalam pemberitaan.
Acara pengukuhan pengurus PWI Pusat masa bakti 2025–2030 di Surakarta menjadi momentum penting untuk mempertegas arah baru organisasi wartawan tersebut.
Dengan dukungan pemerintah dan semangat regenerasi, PWI diharapkan mampu menciptakan iklim pers yang sehat, kritis, independen, dan berintegritas tinggi.
PWI di bawah kepengurusan baru juga diharapkan memperkuat solidaritas antarjurnalis serta memperkokoh peran pers dalam mempererat persatuan bangsa di tengah kompleksitas zaman digital.