Makassar, DNID.co.id– Kasus dugaan korupsi pengadaan Bibit nanas yang menelan anggaran sekitar Rp 60 miliar terus diselidiki Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan, Program tersebut sebelumnya diresmikan oleh Penjabat Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin di Desa Jangan-jangan, Kecamatan Pujananting, Kabupaten Barru pada 2024.
Saat itu Bahtiar mendorong pengembangan Nanas hingga 1.000 hektare sebagai komoditas unggulan daerah.
“Kami mendesak Kejaksaan Tinggi Sulsel untuk mempercepat penanganan perkara setelah Tim Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) melakukan penggeledahan pada Kamis, 20 November 2025, menyusul naiknya perkara tersebut ke tahap penyidikan,” kata Asrul – Mantan Ketua Gappembar Pujananting Kab.Barru, seperti dikutip dari spionase-news.com.
Langkah penggeledahan ini dinilai sebagai titik penting untuk membongkar dugaan praktik penyimpangan yang diduga melibatkan jejaring dari akar rumput hingga level elite, sebagaimana pola umum korupsi yang sering terjadi dalam perkara serupa di daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penggeledahan Wajib Jadi Pintu Masuk, Bukan Sekadar Syiar Hukum, kami menilai, naiknya status ke penyidikan menunjukkan bahwa penyidik telah memperoleh minimal dua alat bukti permulaan seperti diatur dalam KUHAP.
Namun, kami mengingatkan bahwa Pidsus Kejati Sulsel tidak boleh menjadikan penggeledahan hanya sebatas formalitas. “Ini momentum. Kalau hasil penggeledahan tidak diikuti penyidikan agresif, publik patut curiga ada yang ditutupi”
Menurut kami, berkas, dokumen, dan perangkat digital yang disita harus benar-benar ditelaah secara mendalam untuk membongkar pola permainan yang kerap dimulai dari tingkat operasional bawah hingga berujung pada aktor-aktor berpengaruh.
Dugaan Ada Jaringan dari Bawah ke Atas, Pola Lama yang Tak Boleh Terulang, kami menyoroti bahwa banyak dugaan korupsi di Sulsel sebelumnya tersendat karena adanya pola “Jaringan Berlapis” yang melibatkan, oknum pelaksana teknis atau staf lapangan, perantara atau makelar anggaran, pihak swasta yang mengatur alur kerja, hingga aktor struktural tingkat atas yang diduga mengambil keuntungan.
Meski tidak menyebut nama atau pihak tertentu, kami menekankan bahwa pola ini bukan rahasia publik dan kerap menjadi alasan mengapa sejumlah perkara besar berjalan lambat, bahkan terhenti tanpa kejelasan.
“Kalau penyidikan hanya berani menyentuh level bawah, itu bukan pemberantasan korupsi. Itu hanya pencitraan penegakan hukum,” Seruan keras untuk Kejati Sulsel Harus Tembus Hingga Akar Masalah kami meminta penyidik untuk tidak berhenti pada pihak-pihak teknis atau pelaksana, tetapi menelusuri, alur keputusan, mekanisme persetujuan, proses penganggaran, dan kemungkinan mark-up restu struktural di level lebih tinggi.
“Jangan ada yang diberi karpet merah. Siapa pun yang terhubung melalui bukti harus dipanggil. Termasuk kalau jejaknya menyentuh elite.” Kewajiban Transparansi Publik Tidak Boleh Ditutup-tutupi. Kini publik mendesak Pidsus Kejati Sulsel untuk memberikan laporan perkembangan penyidikan secara periodik, mengingat tingginya perhatian publik dan potensi meluasnya dampak dugaan penyimpangan tersebut.
“Kami tidak menuduh siapa pun. Tapi kami tahu bahwa dalam banyak kasus, permainan justru rapi di level elit. Karena itu transparansi wajib, bukan opsi,” kami menilai bahwa tanpa transparansi, publik mudah menduga adanya upaya pengaburan atau perlindungan terhadap aktor tertentu
Akar permasalahan harus diputus, Elite tidak boleh kebal hukum, kami menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan secara sistemik, bukan sporadis. Akar masalah biasanya ada pada sistem penganggaran yang tidak transparan, pengawasan internal yang lemah, kultur patronase, dan dominasi elite yang dapat menekan proses hukum.
“Kami tidak ingin melihat lagi penyidikan yang berhenti di kelas kecil, sementara pemain besar lolos. Sudah terlalu sering itu terjadi,”Gerakan sipil akan terus mengawasi, publik tentunya berkomitmen untuk mengawal kasus ini dari awal hingga akhir, memastikan tidak ada upaya pelemahan, pengaruh elite, atau perlambatan proses hukum.
Penulis : ST
Editor : Mursalim Thahir




























