Ini tentunya tidak terlepas dari Indosiar selaku stasiun TV yang menyelenggarakan tayangan langsung laga tersebut, dan Panitia Pelaksana yang mengejar keuntungan semaksimal mungkin dari penjualan tiket masuk, sehingga akhirnya jam tayang tidak berubah, sementara kapasitas stadion yang mampu menampung 42.499 orang dimaksimalkan di angka 42.000 tiket, tidak mengikuti saran Kepolisian yang menyarankan untuk menurunkan ke angka 25.000 tiket saja.
Data menunjukkan supporter yang datang berjumlah 42.288 orang, berarti tinggal 211 orang diluar supporter yang boleh masuk stadion. Melihat ini, jika ditambahkan dengan jumlah Pasukan Pengamanan yang terdiri dari unsur Polisi dan TNI (jumlah pasti belum berhasil didapatkan), dapat dipastikan Stadion Kanjuruhan yang memiliki 14 pintu itu menampung jumlah orang melebihi kapasitasnya. Bisa dibayangkan, setidaknya 1 pintu harus melayani sekitar 7.265 orang.
Permintaan Kepolisian untuk menurunkan jumlah penonton pastilah terkait dengan ‘risk assessment’ dan ‘risk management’ yang diperhitungkan dan direncanakan Kepolisian, dalam hal ini, berkerasnya penyelenggara dan media tayang langsung dapat dianggap meremehkan Kepolisian. Jumlah anggota yang tersedia pun pastilah terbatas dan hal ini pun terkait dengan permintaan penurunan jumlah penonton. Tapi apa mau dikata, pertandingan dimulai, pertandingan selesai, kerusuhan terjadi. Kepolisian menembakkan gas air mata, sesuai dengan protap dan Perkap Nomor 16 tahun 2006, lalu banyak yang mempersalahkan hal gas air mata ini dengan berpegang pada aturan FIFA Point 19B.
Halaman Berita ini : 1 2 3 4 Baca Halaman Selanjutnya