MAKASSAR, DNID — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar menggelar panggung ekspresi dengan tema ‘Kami Tidak Diam’. Dengan menghadirkan sejumlah penyintas korban dari kasus-kasus yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan.
Kegiatan ini digelar bertujuan untuk mengkritik RKUHP yang sebentar lagi akan segara disahkan. Sebab sampai sekarang masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAK Asasi Manusia (HAM) yang belum diadili.
Seperti kasus penganiayaan yang merenggut nyawa Agung Pranata yang diduga dilakukan oleh anggota Kepolisian Sektor Ujung Pandang pada 2016 silam. Ada lima anggota polisi yang menjadi tersangka dalam kasus ini, namun sampai sekarang mereka belum juga ditahan.
“Pelakunya ini sudah tersangka selama 6 tahun, sejak 2016. Ini banyak kejanggalan karena kami tidak pernah dilibatkan dalam proses hukumnya, mulai dari perkara hingga persidangan. Sampai saat ini pelakunya belum ditahan,” kata Mawar (52 tahun), ibu Agung saat menjadi pembicara di acara Panggung Ekspresi di Sekretariat AJI Makassar, Sabtu 3 Desember 2022 tadi malam.

Selain itu, juga ada kasus penganiayaan tiga jurnalis yang terjadi di depan Kantor DPRD Sulsel, Makassar pada 24 September 2019. Ketiga jurnalis ini menjadi korban kekerasan aparat polisi saat melakukan peliputan aksi unjuk rasa terkait penolakan kebijakan Undang-Undang KPK.
Ketiga jurnalis yang menjadi korban adalah M. Darwin Fatir dari LKBN Kantor Berita Antara, Isak Pasabuan saat masih bertugas untuk Makassar today.com, dan M Saiful dari inikata.com. Sampai sekarang kasusnya juga belum diadili.
Belum lagi juga ada kasus Dosen UIN Makassar, Ramsiah Tasruddin yang sempat dijadikan tersangka kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada 2019.
Ramsiah menjadi tersangka atas laporan yang dilayangkan oleh Nursyamsyiah yang waktu itu diketahui masih menjabat sebagai Wakil Dekan III Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Kota Makassar. Laporan ini dilakukan di Polres Gowa terkait tuduhan pelanggaran Undang-Undang ITE pada Juni 2017.
Ramsiah dilaporkan ke polisi karena mengkritik tindakan mengenai penghentian dan penutupan secara paksa aktivitas siaran radio Syiar di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Alauddin Makassar. 2,4 tahun menyandang status tersangka, Penyidik Satuan Reserse Polres Gowa akhirnya menerbitkan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/119.i/II/2022 Reskrim tentang Penghentian Penyidikan terhitung mulai tanggal 03 Februari 2022. Dengan alasan tidak cukup bukti.
Ketua AJI Makassar, Didit Hariyadi menjelaskan tujuan mengambil tema Panggung Ekspresi adalah karena ada tema yang ingin diangkat. Antara lain adalah kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2014 lalu, dimana polisi secara brutal menembakkan gas air mata di lingkungan kampus UNM.
“Ada tiga wartawan yang berdarah saat itu, dan kasusnya langsung diberhentikan,” kata Didit saat membuka melakukan sambutan acara Panggung Ekspresi.
Lima tahun kemudian, terjadi lagi kekerasan terhadap jurnalis di depan kantor DPRD Sulsel.
“Lagi-lagi ada tiga teman jurnalis yang dipukul secara rata oleh aparat kepolisian. Ada empat tersangka tapi kasusnya tidak dilanjutkan. Entah apa alasannya sehingga berkasnya tidak dilimpahkan di persidangan. Itu membuktikan bahwa immunitas terhadap pelaku kekerasan jurnalis masih menjadi PR besar buat kita semua,” kata dia.
Kemudian kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan belum mendapatkan keadilan.
“Soal pelanggaran HAM, banyak teman-teman keluarga korban yang didampingi jaringan LBH Makassar itu korban kekerasan dari polisi. Tapi kasusnya lagi-lagi tidak dilanjutkan meskipun ada penetapan tersangkanya,” katanya.