Para saksi mengaku, panitia tidak membawa tim medis ikut dalam kegiatan Diksar ini. “Tidak ada disiapkan tim medis jika kelak terjadi sesuatu menimpa peserta. Kamipun setiba di Sambueja sudah malam sekitar pukul 22.00 Wita, belum makan malam sudah disuruh olek Korpes melakukan push-up dan sit-up. Rombongan peserta start dari Sambueja Kabupaten Maros dengan tujuan akhir Malino Kabupaten Gowa,” ucap mereka.
Sementara itu, ketika salah seorang saksi dikejar pertanyaan oleh jaksa Sofianto Dhio soal keterangannya di BAP yang menyebutkan bahwa Virendy pernah meminta obat Asma saat sudah sempoyongan, bersangkutan langsung membantah kebenaran keterangannya di BAP. Setelah didesak lagi oleh penuntut umum, saksi akhirnya mengaku bahwa keterangannya di BAP hanya kesimpulannya sendiri, tetapi sesungguhnya dia tak ketahui obat apa itu.
Mendengar pengakuan saksi-saksi terkait adanya sejumlah senior yang hadir di lokasi Diksar dan kerap melakukan evaluasi serta memberikan set (hukuman) kepada peserta, dan juga penjelasan terkait keberangkatan rombongan yang dilepas secara resmi di kampus FT Unhas, majelis hakim kemudian memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan pendalaman terhadap sejumlah nama senior Mapala yang diungkapkan para saksi di persidangan, agar dapat terungkap dengan jelas apa yang mereka perbuat terhadap diri Virendy sehingga menemui ajalnya.
Majelis hakim pun memerintahkan jaksa untuk menghadirkan pula ke persidangan orang-orang yang disebutkan nama-namanya oleh para saksi. Termasuk pejabat dan dosen fakultas yang melepas secara resmi rombongan peserta Diksar di kampus FT Unhas, Kabupaten Gowa. Sidang ditunda sampai pekan depan, Rabu (27/03/2024) untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya. (*)
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan