Menurut Kepala Hasan, itu berarti meskipun akses terhadap layanan keuangan semakin luas, pemahaman masyarakat terhadap risiko dan manfaatnya termasuk penggunaannya melalui media digital masih terbatas.
Salah satu langkah yang tepat dalam meningkatkan literasi keuangan digital adalah dengan memastikan karakteristik produk dan layanan keuangan digital yang dibutuhkan, serta memastikan produk dan layanan keuangan digital tersebut memiliki izin dari otoritas yang berwenang dan keuntungan atau manfaat yang ditawarkan masuk akal tanpa ada indikasi penipuan atau legal dan logis (2L).
Kepala Hasan berpesan agar dalam memilih produk dan layanan keuangan digital, masyarakat atau mahasiswa harus memahami profil dan kebutuhan diri sendiri dan menghindari YOLO, FOMO dan FOPO dalam memilih produk dan layanan keuangan agar tetap produktif.
“Teman-teman harus menghindari YOLO atau You Only Live Once dimana apabila prinsip ini diterapkan maka dapat membuat kita menghabiskan uang tanpa berpikir masa depan, FOMO atau Fear of Missing Out dimana teman-teman mahasiswa memilih produk dan layanan keuangan digital hanya karena takut tidak sesuai dengan tren, dan cenderung tidak sesuai dengan kebutuhan,” ujar Kepala Hasan.
jika FOPO atau Fear of Public Opinion diterapkan, maka seseorang memilih suatu produk dan layanan keuangan digital hanya karena takut mendapatkan kritik negatif dari teman atau keluarga.
Hal itu harus dihindari. Sebaliknya, pemilihan produk dan layanan keuangan harus benar-benar dilakukan dengan bijak dan memahami manfaatnya agar tetap produktif.
Halaman Berita ini : 1 2 3 Baca Halaman Selanjutnya
Penulis : Andi AP
Editor : M Akbar
Sumber Berita : Redaksi