Mataram,Dnid.co.id–– Pengurus Wilayah Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (PW SEMMI) Nusa Tenggara Barat menyampaikan keprihatinan dan kecaman atas penetapan tersangka terhadap lima aktivis Cipayung Plus oleh Polres Bima.
PW SEMMI NTB mendesak Kapolri, Kompolnas, dan Komnas HAM untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran prosedur hukum ini serta meminta Polres Bima untuk menghentikan kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa.
Muhammad Rizal Ansari Selaku ketua PW SEMMI menilai tindakan tersebut tidak memenuhi standar operasional prosedur (SOP) dan syarat kepentingan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkapolri) NO 6 TAHUN 2019, serta mencederai nilai-nilai demokrasi di tengah tumpukan kasus yang belum tersentuh di wilayah hukum yang sama.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
” Lima aktivis dari Cipayung Plus ditetapkan sebagai tersangka setelah melakukan aksi unjuk rasa menuntut percepatan pemekaran Pulau Sumbawa Penetapan ini dianggap tergesah -gesah dan tidak melalui mekanisme hukum yang transparan” ungkap Rizal.
Kelima aktivis tersebut berasal dari organisasi kemahasiswaan di bawah naungan Cipayung Plus, yakni HMI, PMII, GMNI, IMM, dan KAMMI. Mereka dikenal sebagai representasi mahasiswa yang aktif menyuarakan kepentingan masyarakat terkait isu strategis pemekaran Pulau Sumbawa.
“Penetapan tersangka dilakukan pada 29 Mei 2025, hanya berselang satu hari dari pelaksanaan aksi Demonstrasi yang digelar secara terbuka, Aksi ini pun Titik Starnya Di Lapangan Serasuba Kota Bima dan Berakhir Sebelum Cabang Talabiu Kec Woha kabupaten Bima pada tanggal 28 Mei 2025, sementara proses hukum berlangsung di bawah naungan Polres Bima, Nusa Tenggara Barat” Lanjut Rizal .
Rizal juga mempersoalkan tindakan penegakan hukum yang dinilai tidak adil dan diskriminatif di tengah tumpukan kasus-kasus pidana dan kriminalitas yang belum tertangani di wilayah hukum Polres Bima, langkah cepat aparat dalam menetapkan aktivis sebagai tersangka menimbulkan tanda tanya besar terkait prioritas dan motif aparat penegak hukum.
Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan serta menabrak aturan dalam Perkapolri terkait profesionalisme dan proporsionalitas penanganan perkara, Proses penetapan tersangka dilakukan tanpa keterbukaan informasi publik, minim pembuktian yang objektif, serta terkesan represif terhadap suara-suara kritis.
Rizal menilai langkah ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap gerakan mahasiswa dan rakyat yang memperjuangkan hak atas keadilan wilayah dan pemekaran.
“Kami mengecam keras tindakan Polres Bima yang menetapkan lima aktivis mahasiswa sebagai tersangka tanpa memenuhi unsur SOP dan asas kepentingan hukum yang adil. Ini adalah bentuk kemunduran demokrasi, pelecehan terhadap hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat, dan indikasi buruknya penegakan hukum di daerah,” tutup Rizal.
Penulis : Mukraidin
Editor : Redaksi NTB
Sumber Berita : Rizal Ansari ketua PW Semmi