BONE, DNID.co.id – Kamis (10/7/2025) Permasalahan tapal batas antara Kabupaten Bone dengan Kabupaten Barru dan Pangkep hingga kini belum menemui kejelasan, meski telah berlangsung lebih dari satu dekade sejak awal mencuat tahun 2014.
Polemik yang berlangsung di wilayah perbatasan Desa Bonto Masunggu dan Desa Tondong, Kecamatan Tellu Limpoe (Bone) dengan Desa Bulo-Bulo dan Gattareng, Kecamatan Pujananting (Barru), serta di Desa Tondong Bua (Bone) dan Desa Tondong Pura, Kecamatan Tondong Tallasa (Pangkep), kini menjadi perhatian serius pemerintah pusat.
Kepala Badan Pemerintahan Pemkab Bone, Muhammad Zuhdi, dalam keterangannya pada (3/7/2025) menjelaskan, penyelesaian sengketa batas ini kini telah diambil alih oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dianggap tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut.
“Sengketa batas Bone-Sinjai dan Bone-Gowa sudah selesai. Tapi untuk Bone-Barru dan Bone-Pangkep, hingga kini masih berlarut-larut. Ini sudah ditangani Kemendagri, menunggu penetapan lewat Permendagri,” jelas Zuhdi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Zuhdi menuturkan bahwa selama proses mediasi yang difasilitasi Pemprov Sulsel dan Kemendagri, dua kali penandatanganan kesepakatan gagal karena pihak dari Pangkep dan Barru memilih walk out dari rapat penetapan, bahkan dalam satu kesempatan, perwakilan Pangkep disebut meninggalkan rapat setelah ditelepon langsung oleh Bupati.
Penyebab utama mandeknya penyelesaian tapal batas disebut bukan hanya karena ego sektoral, tetapi juga adanya dugaan kandungan sumber daya alam seperti tambang nikel di kawasan sengketa, yang memperumit proses kesepakatan.
Selain itu, Zuhdi menegaskan bahwa keberadaan pilar batas di lapangan tidak bisa dijadikan acuan resmi, kecuali pilar yang ditetapkan secara sah oleh Kemendagri atau berdasarkan peta indikatif dari Topdam.
“Peta indikatif memang telah disepakati di beberapa titik dengan Pangkep. Tapi Pangkep mengklaim wilayah Bone dengan pola petanya berbentuk ‘U’, yang artinya ingin menarik batas masuk ke wilayah Bone,” lanjutnya.
Zuhdi menyayangkan kepala daerah yang tidak legowo menerima kesepakatan meski penetapan batas bersifat administratif dan tidak mengambil hak wilayah secara substansial.
Ironisnya, dari tujuh segmen batas yang disengketakan, lima di antaranya sebenarnya telah disepakati, termasuk sebagian segmen Bone-Pangkep.
Meskipun situasi di wilayah sengketa masih kondusif, kekhawatiran akan konflik horizontal semakin menguat. Apalagi warga dari masing-masing kabupaten memiliki lahan di area yang diperebutkan.
” Salah satu pemicu awal konflik adalah saat warga Barru membuka percetakan sawah dan membangun saluran irigasi sepanjang 1 kilometer yang diduga masuk ke wilayah Bone, ” Sebutnya.
Pemerintah daerah diminta segera melakukan sosialisasi dan koordinasi antarkabupaten untuk menghindari konflik lebih lanjut apabila batas resmi telah ditetapkan.
Sementara itu, belum adanya kejelasan posisi struktural yang menangani urusan ini karena sebagian pejabat telah berganti ke posisi fungsional turut memperlambat penyelesaian.
“Pemerintah pusat dinilai menjadi tumpuan terakhir dalam memutuskan tapal batas tersebut, ” Tuturnya.
Penulis : Ricky
Editor : Admin
Sumber Berita : Redaksi Sulsel




























