BONE, DNID.co.id — Perebutan kursi Sekretaris DPRD (Sekwan) Bone kini berubah jadi sorotan publik. Isunya bukan hanya soal jabatan, tapi soal etika birokrasi yang dinilai mulai kabur.
Pasalnya, calon Sekwan Hj. Faidah secara terbuka mengaku mengetuk pintu-pintu ketua partai politik demi mendapat restu politik.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, tak tinggal diam. Ia menyebut, perilaku seperti itu mencederai integritas ASN dan tak sejalan dengan prinsip meritokrasi.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Profesional saja. Tidak usah ASN itu lobi-lobi untuk menjadi pejabat,” kata Zudan, Kamis, (16/07/2025).
Zudan yang juga pernah menjabat Pj Gubernur Sulawesi Selatan menilai ASN harus menjaga netralitas dan tidak menjadikan jalur politik sebagai jalan pintas.
Sementara itu, Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinonong, menyampaikan kekecewaannya.
Ia merasa tidak dihargai karena komunikasi dari calon Sekwan hanya dilakukan menjelang pelantikan itu pun setelah adanya instruksi dari Bupati.
“Harusnya yang pertama diambil hatinya itu pimpinan DPRD,” ujarnya.
Andi Tenri Walinonong menilai pendekatan Faidah terlalu fokus ke fraksi, padahal dalam struktur resmi DPRD, Sekwan secara operasional bertanggung jawab kepada pimpinan dewan.
“Saya berdiri sendiri karena saya merasa marwah saya sebagai pimpinan lembaga tidak dihargai,” tegas Andi Tenri.
Merespons polemik ini, sejumlah tokoh masyarakat ikut bersuara. Salah satunya datang dari H. Arifuddin tokoh masyarakat Bone Alumni Sospol UGM. Ia menilai tindakan ASN yang melobi partai sangat mencoreng nilai-nilai ASN itu sendiri.
“Sekwan itu bukan jabatan politik. Tugas utamanya adalah memastikan DPRD berjalan sesuai tupoksi. Jadi dia harus loyal secara teknis kepada pimpinan DPRD, bukan kepada fraksi atau partai,” tegas Arifuddin.
Ia juga mengingatkan bahwa mekanisme penetapan Sekwan harus melalui keputusan kolektif kolegial di tingkat pimpinan DPRD.
“Pimpinan DPRD itu bersifat kolektif-kolegial. Keputusan diambil dalam rapat internal dan yang bertandatangan adalah ketua DPRD atas nama pimpinan. Kalau proses ini diabaikan, maka jelas ada cacat prosedural,” tambahnya.
Tokoh pemuda Bone, Fikri, juga menyoroti proses yang dinilainya mulai meninggalkan akal sehat birokrasi.
“Kalau ASN harus lobi sana-sini, berarti yang kita pakai bukan lagi sistem, tapi kedekatan politik. Ini berbahaya, apalagi untuk jabatan strategis seperti Sekwan,” ucapnya.
Polemik ini dinilai sebagai alarm bagi pemerintah daerah dan legislatif untuk memperkuat kembali jalur formal dan profesional dalam pengisian jabatan, agar tak terjebak dalam pusaran politisasi birokrasi.
Penulis : Ricky
Editor : Admin
Sumber Berita : Redaksi Sulsel