Pangkalpinang, Dnid.co.id — Langit Jumat pagi di Makorem 045/Garuda Jaya, Pangkalpinang, tampak teduh namun berwibawa. Di bawah kibaran Merah Putih yang menari pelan diterpa angin laut, langkah tegas Kolonel Inf Nur Wahyudi, S.E., M.H., M.I.POL., mengawali babak baru kepemimpinannya. Untuk pertama kalinya sejak menjabat, Danrem 045/Gaya itu berdiri sebagai Inspektur Upacara peringatan 17 Oktober 2025.
Dibalut suasana khidmat dan aroma tanah basah selepas gerimis dini hari, ratusan prajurit TNI berbaris tegak. Tak ada suara selain hentakan sepatu dan gema aba-aba yang memantul dari dinding markas. “Ini bukan sekadar upacara. Ini momentum untuk menegaskan kembali jati diri kita sebagai tentara rakyat,” ujar Kolonel Nur Wahyudi dalam amanatnya yang membacakan pesan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, S.E., M.Si.

Dalam amanat tersebut, Jenderal Agus menegaskan bahwa tahun 2025 adalah tahun kebanggaan, penanda usia TNI yang ke-80. Delapan dekade perjalanan yang, katanya, “bukan sekadar angka, melainkan simbol kematangan sebuah institusi yang telah teruji sejarah.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita harus menerjemahkan kebanggaan ini menjadi tanggung jawab yang lebih besar,” tegasnya. “HUT ke-80 harus menjadi tanda bahwa TNI bukan hanya kuat secara alutsista, tetapi juga tangguh dalam ideologi, karakter, dan mentalitas.”
Tema peringatan kali ini, “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju”, menjadi refleksi arah masa depan tentara Indonesia. Nur Wahyudi mengutip langsung amanat Panglima, menegaskan makna TNI Prima sebagai profesional, responsif, integratif, modern, dan adaptif “kekuatan yang bersumber dari rakyat dan bekerja demi memajukan Indonesia.”
Dalam barisan yang rapi dan kaku, suara Danrem kembali menggema dengan nada penuh tekad. “Tugas TNI adalah menjaga keutuhan NKRI. Dari ujung perbatasan hingga langit Nusantara, pastikan bendera Merah Putih selalu berkibar,” ujarnya dengan tatapan yang menembus formasi prajurit di hadapannya.
Namun di balik ketegasan itu, tersirat pesan mendalam tentang kekuatan sejati TNI. “Kekuatan kita bukan di senjata, tapi di soliditas. TNI adalah satu tubuh. Tidak ada ego sektoral, tidak ada batas antar matra. Hanya ada kepentingan bangsa dan negara,” ucap Nur Wahyudi dengan tekanan yang menggetarkan.
Ia menyebut sinergi tiga matra darat, laut, udara sebagai “Trisula Nusantara”, simbol kekokohan pertahanan nasional. “Jika salah satu goyah, maka seluruh perisai bangsa retak,” tambahnya.
Dalam amanat yang dibacakan dengan intonasi tegas namun berjiwa hangat, ia juga menyoroti tiga penekanan utama Panglima TNI: profesionalisme, disiplin dan loyalitas, serta kemanunggalan dengan rakyat.
“Prajurit harus cerdas dan adaptif. Senjata modern tak berarti tanpa otak modern. Disiplin adalah jiwa prajurit, dan rakyat adalah darah yang menghidupkan tubuh TNI,” kata Nur Wahyudi.
Suasana hening menyelimuti lapangan. Udara pagi seolah ikut mendengarkan setiap kalimatnya. Dari tribun, para perwira dan PNS jajaran Korem 045/Gaya menyimak dengan penuh khidmat, sementara bendera merah putih berkibar gagah di tengah lapangan simbol kedaulatan yang dijaga dengan janji setia.
Kasrem 045/Gaya, para Kasi Kasrem, Dan/Ka Satbalakrem, serta seluruh perwira dan prajurit hadir menyaksikan momen perdana sang Danrem. Bagi mereka, ini bukan sekadar rutinitas, melainkan upacara yang menandai arah baru kepemimpinan Korem 045/Gaya di bawah komando Nur Wahyudi kepemimpinan yang menekankan sinergi, ketegasan, dan kedekatan dengan rakyat.
Di akhir amanat, suaranya sedikit melunak, namun tetap menggema. “Jaga Merah Putih tetap berkibar. Jangan biarkan sejengkal tanah pun diragukan kedaulatannya. Karena di setiap langkah prajurit, berdiri harga diri bangsa,” tutupnya.
Angin berhenti sesaat, sebelum bunyi trompet tanda penghormatan akhir bergema. Matahari mulai meninggi. Dan di bawahnya, semangat TNI 045/Garuda Jaya kembali menyala satu tubuh, satu jiwa, satu Indonesia.
Penulis : Ale
Editor : Redaksi Babel DNID.CO.ID