Kota Bima,DNID.co.id – Aktivitas penimbunan material pasir dalam volume besar yang berada di Kelurahan Monggonao, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, kini menjadi sorotan serius Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Wilayah Nusa Tenggara Barat. Pasalnya, penimbunan tersebut diduga tidak dilengkapi dokumen izin lingkungan dan dokumen legalitas asal material pertambangan, yakni Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) dan Surat Keterangan Asal Barang (SKAB).
Ketua PW SEMMI NTB, Muhammad Rizal Ansari, menyampaikan bahwa dugaan tersebut berpotensi kuat masuk dalam kategori tindak pidana pertambangan dan tindak pidana lingkungan hidup.
“Penimbunan pasir itu volumenya sekitar 500 meter kubik. Secara aturan, kegiatan penimbunan material dalam volume besar wajib dilengkapi dokumen UKL–UPL atau SPPL dari Dinas Lingkungan Hidup. Selain itu, asal material pasir juga wajib dapat dibuktikan melalui IUP OP dan SKAB. Kalau dua dokumen ini tidak ada, maka itu bukan lagi persoalan tata kelola biasa, tetapi sudah masuk ranah pidana,” tegas Rizal, Kamis (09/11/2025).
Ia menjelaskan, IUP OP adalah izin resmi yang menunjukkan bahwa pasir diambil dari tambang yang sah dan terdaftar. Sementara SKAB adalah dokumen yang menyertai setiap pengiriman pasir dari lokasi tambang menuju lokasi penimbunan atau konsumen, sebagai bukti bahwa material tidak berasal dari tambang ilegal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“SKAB itu wajib, karena itu bukti legalitas jalur distribusi. Kalau SKAB tidak ada, maka pasir yang ditimbun dianggap berasal dari tambang ilegal, dan penyimpannya bisa dijerat Pasal 161 Undang-Undang Minerba, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda sampai Rp100 miliar,” jelasnya.
Selain aspek pertambangan, SEMMI juga menilai ada persoalan lingkungan hidup yang harus ditindaklanjuti. Penimbunan pasir tersebut berada dekat permukiman dan pedagang makanan, yang berpotensi menimbulkan gangguan debu dan kesehatan, serta dapat menurunkan kualitas usaha warga.
“Kami sudah menyampaikan surat resmi ke Dinas Lingkungan Hidup Kota Bima untuk meminta konfirmasi apakah penimbunan ini memiliki UKL–UPL. Jika DLH menyatakan tidak ada izin, maka unsur Pasal 109 UU Lingkungan Hidup sudah terpenuhi. Ini tindak pidana, bukan pelanggaran biasa,” tambahnya.
SEMMI NTB juga mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada DPRD Kota Bima untuk menghadirkan DLH Kota Bima, pemilik penimbunan pasir, dan jika perlu Dinas ESDM Provinsi NTB.
“Kami tidak beropini. Kami menggunakan jalur hukum. RDP diperlukan agar DLH menyampaikan status izin lingkungan secara resmi, dan DPRD dapat mengeluarkan surat koordinasi ke ESDM untuk meminta data IUP dan SKAB. Jika dua instansi ini menyatakan dokumen tidak ada, maka langkah kami jelas, yaitu melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi NTB,” tutup Rizal.
Saat berita ini diturunkan, pemilik penimbunan pasir belum memberikan keterangan resmi, sementara DLH Kota Bima juga belum menyampaikan jawaban tertulis terkait status perizinan penimbunan tersebut.
Penulis : Mukraidin
Editor : Redaksi NTB




























