Aktivitas tambang pasir yang diduga ilegal ini disebut telah berlangsung hingga lima tahun, memicu abrasi sungai, merobohkan rumah warga, dan mengancam putusnya akses jalan.
Bone, Dnid.co.id – Aktivitas pertambangan galian C pasir yang diduga ilegal di Desa Lea, Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, kembali menuai keluhan warga.
Kegiatan yang disebut telah berlangsung bertahun-tahun itu dinilai telah menyebabkan kerusakan lingkungan serius, mulai dari abrasi sungai, rusaknya infrastruktur jalan, hingga robohnya rumah warga.
Keluhan tersebut disampaikan Anca, warga Kecamatan Cenrana, yang mengaku ikut terdampak meski bukan berdomisili di Desa Lea.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bukan saya warga Desa Lea, tapi kami warga Cenrana juga terdampak langsung dari aktivitas pertambangan di sana,” ujar Anca kepada Dnid.co.id Rabu (17/12/2025).
Menurutnya, aktivitas tambang pasir ilegal itu telah berjalan sekitar lima tahun dan hingga kini belum terlihat adanya penindakan yang tegas dari aparat berwenang.
“Sudah bertahun-tahun beroperasi. Mirisnya, kegiatan ini masih terus berjalan. Ada apa dengan aparat penegak hukum? Apa tidak mengetahui kondisi ini?” ungkapnya dengan nada kecewa.
Anca memaparkan, dampak paling nyata dari aktivitas tambang tersebut adalah abrasi di sepanjang aliran sungai. Bibir sungai terus terkikis, pohon-pohon tumbang, dan kualitas air sungai mengalami penurunan.
Kerusakan tidak hanya terjadi pada lingkungan, tetapi juga mengancam infrastruktur publik. Salah satu titik bahu jalan dilaporkan telah hilang akibat abrasi, sehingga mengganggu mobilitas warga.
“Kalau jalan rusak, jelas mengganggu. Berkendara jadi tidak nyaman dan berisiko,” katanya.
Lebih jauh, sekitar dua tahun lalu, satu rumah warga di sekitar bantaran sungai dilaporkan roboh akibat abrasi yang diduga kuat dipicu aktivitas penambangan pasir.
“Kalau soal keselamatan jiwa mungkin belum, tapi kerugian materil sudah terjadi. Rumah warga sampai roboh,” jelasnya.
Terkait langkah pelaporan, Anca mengaku telah melaporkan aktivitas tambang ilegal tersebut ke Polsek Tellu Siattinge. Namun, penanganan kasus itu dinilai berhenti di tengah jalan.
“Saya pribadi sudah melapor ke Polsek Tellu Siattinge,” ungkapnya.
Ia menyebut laporan tersebut kemudian dilimpahkan ke unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Bone, namun tidak ada perkembangan lanjutan yang diketahui warga.
“Setelah dilempar ke Tipiter Polres, tidak ada lagi kelanjutannya,” tambah Anca.
Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat terkait keseriusan aparat dalam menindak dugaan pertambangan ilegal yang berdampak luas.
Warga berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera mengambil langkah konkret. Penutupan permanen tambang pasir ilegal di Desa Lea menjadi tuntutan utama.
“Harapan kami jelas, tambang ilegal ini harus ditutup permanen,” tegas Anca.
Ia juga mendesak agar dugaan pelanggaran diproses sesuai Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2023, termasuk penyitaan seluruh alat berat dan sarana yang digunakan dalam aktivitas penambangan.
“Kalau melanggar hukum, proses pidananya harus jalan dan alat tambangnya disita,” katanya.
Jika aktivitas tambang ilegal ini terus dibiarkan, warga khawatir dampak kerusakan akan semakin meluas. Rumah-rumah di sepanjang bantaran sungai dan akses jalan utama terancam putus.
“Yang paling kami khawatirkan, rumah warga di pinggir sungai dan jalanan bisa terputus kalau ini terus dibiarkan,” pungkas Anca.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian maupun pemerintah daerah terkait keberlanjutan penanganan aktivitas tambang galian C yang diduga ilegal di Desa Lea.
Penulis : Ricky
Sumber Berita : Wawancara dengan narasumber





























