Sulsel,BeritaQ.com
Ibu Guru Kelas VI (enam), dengan nama lengkapnya Fujiastuti (48). Ia adalah guru di SDN 011 Rante Pasang Desa Buangin Kecamatan Sabbang Selatan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Dalam menjalani kesehariannya sebagai guru selama masa pandemi virus corona, ia relah jalan kaki di tiga Desa yakni Desa Kampung Baru Dusun To’Bau, Dusun Karawak, Desa Buangin di Dusun Rantepasang dan Pangkaruk, di Desa Dandang Dusun Pangalli (yang ada murid kelas VI (6).
Aktivitas belajar dilakukan dari rumah dengan satu titik kumpul 5 sampai 8 murid selama lebih dari sebulan ini yang kelas VI (6).
Guru dan siswa diminta memanfaatkan teknologi. Materi pembelajaran diberikan secara online, tapi tak semudah dengan murid di pelosok pelosok.
“Praktiknya tak semudah itu bagi Fujiastuti dan para siswanya. Fasilitas belajar online tak dimiliki semua siswa. Jangankan laptop, ponsel saja ada yang tak punya,” tuturnya pada media ini, Senin 9 November 2020 di Dusun Pangalli Desa Dandang tepatnya di rumah anggota Komite SDN 011 Rante Pasang bapak Y.Bunga.
Fujiastuti tak ingin menambah beban para orangtua siswa. Ia memilih menyambangi rumah siswanya di satu titik kumpul yang telah disepakati dengan siswanya. Jarak tempuhnya tak dekat dengan berjalan kaki.
“Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Ini tentang imbauan pak Menteri Pendidikan agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani orangtua/wali murid,” demikian terang Fujiastuti.
Bahkan, kata Fujiastuti, ada orang tua/wali murid yang ingin mencari pinjaman uang untuk membeli ponsel.
“Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturan itu. Lalu pelan-pelan saya bicara dalam hati. Belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah. Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari,” lanjutnya.
Selain berkewajiban memastikan proses belajar tetap berlangsung meski di tengah pandemi virus corona, Fujiastuti harus melaporkan kegiatan belajar dari rumah yang dilakukan bersama siswa-siswanya.
Oleh karena itu, ia harus turun langsung untuk memastikan semua siswanya tetap bisa belajar, meskipun dari rumah.
Fujiastuti bertutur pada media ini, menyadari bahwa tak semua orangtua siswa memiliki kemampuan ekonomi yang baik untuk menyediakan fasilitas belajar online dari rumah.
Awalnya, ia berpikir, situasi ini tak akan berlangsung lama.
“Ternyata diperpanjang, diperpanjang. Terus gimana dengan tugas itu? Gimana dengan mereka? Karena teman-teman (guru) yang lain, rata-rata yang mengajar di kota itu bisa berkomunikasi melalui gadget, bisa melalui video conference, dan lain-lain,” ujar Fuji panggilan akrabnya guru kelas VI.
“Untuk siswa saya, ini tidak mungkin dilakukan, saya bisanya telepon. Bahkan telepon anak-anak itu kan orangtuanya yang punya (handphone). Kadang pernah telepon dan tidak diangkat, karena orangtuanya sedang kerja di luar,” lanjut dia.
Kondisi ini akhirnya membuat Fujiastuti harus melakukan kegiatan mengajar di satu titik dimana siswa berdekatan di dusun tersebut.(yus/klis).