JAKARTA, BeritaQ.com
Rencana Pemerintah untuk mengurangi libur nasional di akhir tahun 2020, ditanggapi secara beragam oleh masyarakat dan khususnya industri pariwisata. Bila merujuk pada aturan saat ini, liburan panjang akhir tahun bisa mencapai 11 hari yang dimulai pada tanggal 24 Desember 2020. Rencana ini belum final namun komentar dari masyarakat cukup beragam. Ada yang setuju dengan rencana ini, demi menahan laju kasus Covid-19, ada pula yang kecewa.
Sudah kita ketahui pandemi Korona ini telah meluluhkan berbagai industri, namun khusus Industri Pariwisata Memang benar-benar dihantam keras oleh Sang Korona. Tingkat pengangguran sudah mencapai lebih dari 13 Juta orang, ini sangat memprihatinkan. Belum lagi pengangguran di sektor lain yang memiliki hubungan tidak langsung dengan Industri Pariwisata. Konon jumlahnya mencapai 34 juta orang.
Pemerintah melalui Kemenparekraf baru-baru ini memberikan stimulus ekonomi senilai 3,4 Triliun kepada industri pariwisata, ini patut kita apresiasi. Namun rencana untuk mengurangi libur akhir tahun bisa jadi kontra produktif bagi dunia pariwisata. Perlu diketahui bahwa liburan akhir tahun secara tradisional merupakan “high season” atau musim ramai bagi semua usaha pariwisata dari maskapai, akomodasi, transportasi sampai jasa oleh-oleh maupun souvenir. Liburan akhir tahun adalah masa panen di industri ini. Baik pengusaha maupun pekerja pariwisata benar-benar berharap kalau liburan akhir tahun 2020 menjadi titik balik untuk industri pariwisata. Apalagi pemerintah sudah mengumumkan bahwasanya vaksin Covid mulai siap di bulan Januari 2021. Jadi liburan akhir tahun semestinya bisa menjadi masa transisi sebelum pariwisata bisa gaspol setelah vaksinasi di kuartal 1 2021.
Lalu bagaimana pendapat masyarakat sendiri mengenai pengurangan liburan tersebut? Tentunya ini juga beragam. Ada yang was-was yang mungkin akan melakukan perubahan rencana liburannya, ada juga yang masa bodoh dan tetap berencana akan liburan panjang. Menurut kami sebagai Dosen dan Pengamat Industri Pariwsata, pengurangan liburan mungkin perlu dilakukan. Namun yang lebih penting adalah pengawasan dan memperketat aturan protokol kesehatan di seluruh destinasi dan atraksi pariwisata pada khususnya. Aturan soal jaga jarak, serta kapasitas 50% harus ditegakkan. Yang melanggar harus kenakan sangsi. Bukan hanya pengusahanya namun juga Pelancong yang melanggar. Ini menurut kami lebih penting daripada sekedar pengurangan masa liburan.
Ini memang menjadi dilema bagi Pemerintah dimanapun, bukan saja di Indonesia. Di satu sisi menggerakkan ekonomi, di sisi lain soal kesehatan. Namun kami berharap Dunia Pariwsata bisa diberikan kelonggaran di akhir tahun ini Mengingat liburan akhir tahun merupakan “high season” dimana industri dapat meraih pendapatan untuk menutupi kerugian mereka selama 9 bulan terakhir ini.
Penulis: Farshal Hambali S.Sos, M.Par
Dosen dan Pengamat Dunia Pariwisata dan.Direktur Ekonomi Pariwisata lembaga MITRA BANGSA NUSANTARA