Breaking News

Radio Player

Loading...

Pilkada dan Calon Tunggal, Kotak Kosong Bukan Pilihan Kosong

Senin, 2 September 2024

URL berhasil dicopy

URL berhasil dicopy

Oplus_131072

Oplus_131072

Oleh: Mahmud Marhaba (Ketum DPP PJS)

Jakarta DNID.co.id – PADA 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting yang mengubah persyaratan pengusungan pasangan calon kepala daerah oleh partai politik dengan menurunkan ambang batas dari 20% kursi DPRD atau 25% suara sah menjadi 6,5% hingga 10% berdasarkan jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap. MK memberikan peluang lebih besar bagi partai-partai politik, termasuk partai-partai kecil, untuk berpartisipasi dalam pencalonan kepala daerah. Perubahan ini membawa implikasi yang luas bagi dinamika politik lokal dan penyelenggaraan Pilkada di Indonesia.

Keputusan MK ini jelas membuka peluang bagi partai-partai politik yang sebelumnya kesulitan memenuhi ambang batas tinggi untuk mencalonkan kepala daerah. Dengan penurunan ambang batas ini, lebih banyak partai dapat mengusung kandidat, sehingga memperkaya pilihan bagi pemilih. Ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi lokal, karena dengan lebih banyak calon, masyarakat dapat memilih kandidat yang lebih sesuai dengan aspirasi mereka.

ads

Terbukanya peluang ini juga dapat meningkatkan persaingan sehat di antara calon-calon kepala daerah. Partai-partai politik akan terdorong untuk mengusung calon-calon yang memiliki integritas, kapabilitas, dan visi yang jelas untuk membangun daerah. Pada akhirnya, hal ini dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang lebih kompeten dan berkualitas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Fenomena Calon Tunggal dan Kotak Kosong*

Namun demikian, meski ambang batas diturunkan, tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat fenomena calon tunggal di beberapa daerah. Berdasarkan data terbaru, terdapat 43 kabupaten/kota dan 1 provinsi yang akan berhadapan dengan calon tunggal yang melawan kotak kosong. Situasi ini menggambarkan adanya dominasi politik di beberapa wilayah, di mana satu kandidat mampu menguasai dukungan mayoritas partai politik.

Fenomena calon tunggal ini menarik perhatian, karena jika calon tunggal tersebut menang melawan kotak kosong, maka ia akan menjadi kepala daerah yang sah. Namun, jika kotak kosong menang, sesuai dengan ketentuan Pasal 54 D ayat 3, Pilkada harus diulang. Pilkada ulang ini dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau sesuai jadwal lima tahun sekali. Dalam hal ini, masyarakat perlu diedukasi mengenai implikasi dari memilih kotak kosong. Kemenangan kotak kosong bisa menjadi simbol ketidakpuasan masyarakat terhadap calon tunggal yang ada, dan merupakan pesan bahwa mereka menginginkan calon alternatif yang lebih representatif.

Jika dalam Pilkada calon tunggal tidak memperoleh suara lebih dari 50% suara sah, maka sesuai aturan yang berlaku, pemerintah akan menugaskan penjabat gubernur, bupati, atau wali kota untuk menjalankan pemerintahan sementara. Hal ini diatur dalam peraturan yang menegaskan bahwa calon tunggal harus memperoleh lebih dari 50% suara sah untuk dinyatakan sebagai pemenang. Apabila kotak kosong dinyatakan menang, maka ada dua alternatif yang bisa diambil: pertama, mengadakan Pilkada ulang pada tahun berikutnya; kedua, mengikuti jadwal Pilkada yang termuat dalam peraturan perundang-undangan, yaitu setiap lima tahun sekali sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2015.

Dalam konteks ini, penting bagi partai politik untuk lebih proaktif dalam mencari figur-figur potensial yang bisa menjadi alternatif calon kepala daerah. Partisipasi aktif dari masyarakat juga menjadi kunci dalam memastikan proses demokrasi berjalan dengan baik dan menghindari dominasi calon tunggal.

*Pengaturan Perolehan Suara dan KPU*

Menurut Pasal 107 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon bupati dan wakil bupati serta pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Namun, dalam situasi dengan calon tunggal, penegasan lebih lanjut diperlukan. PKPU Nomor 8 Tahun 2024 juga menyatakan bahwa pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak akan ditetapkan sebagai pemenang. Berbeda dengan calon tunggal yang berhadapan dengan kotak kosong dimana pasangan ini wajib menang dengan suara sah yang diperoleh melebihi 50%. Jika tidak, skenario kemenangan kotak kosong harus dihadapi, dan aturan tentang Pilkada ulang perlu dijalankan dengan tegas dan konsisten.

Penting bagi penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, untuk melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya partisipasi dalam Pilkada, termasuk konsekuensi memilih kotak kosong. Edukasi ini harus menyentuh aspek-aspek teknis mengenai apa yang terjadi jika kotak kosong menang, serta dampaknya terhadap pemerintahan daerah dan proses demokrasi.

Dengan pemahaman yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan rasional dalam Pilkada. Selain itu, masyarakat yang teredukasi dengan baik juga dapat mengawal proses demokrasi dengan lebih aktif, termasuk memantau dan memastikan integritas proses Pilkada.

Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan kemampuan yang nyata, bukan hanya karena kurangnya pilihan. Melalui pengawasan dan partisipasi aktif dari semua pihak, Pilkada dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Simpan Gambar:

Penulis : Mahmud Marhaba (Ketum DPP PJS)

Sumber Berita : DPP PJS

Berita Terkait

Rehabilitasi dan Penghijauan Hutan Gowa: Kepemimpinan Hijau dan Tanggung Jawab Kolektif Pemuda
Ketika Ayah Mengambil Rapor
Monasit dan Mimpi Thorium: Dari Puing Korupsi Timah Menuju Kedaulatan Energi Bersih Indonesia
Kebijakan Pertanian : Peluang Generasi Muda dan Masa Depan Indonesia
Perubahan Penting KUHAP 2025: Penguatan Hak Advokat sebagai Pilar Keadilan
Penetapan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Momentum Rekonsiliasi Kebangsaan
Prof. Budu dan Babak Kedua Pilrek Unhas
Mentan Amran Memupus Mimpi Ekonom Pro-Mafia Pangan Seperti Defiyan Cori
Berita ini 90 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 24 Desember 2025 - 19:29 WITA

Rehabilitasi dan Penghijauan Hutan Gowa: Kepemimpinan Hijau dan Tanggung Jawab Kolektif Pemuda

Senin, 22 Desember 2025 - 11:46 WITA

Ketika Ayah Mengambil Rapor

Jumat, 19 Desember 2025 - 08:03 WITA

Monasit dan Mimpi Thorium: Dari Puing Korupsi Timah Menuju Kedaulatan Energi Bersih Indonesia

Rabu, 17 Desember 2025 - 03:11 WITA

Kebijakan Pertanian : Peluang Generasi Muda dan Masa Depan Indonesia

Jumat, 21 November 2025 - 13:52 WITA

Perubahan Penting KUHAP 2025: Penguatan Hak Advokat sebagai Pilar Keadilan

Senin, 17 November 2025 - 03:50 WITA

Penetapan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Momentum Rekonsiliasi Kebangsaan

Minggu, 2 November 2025 - 20:09 WITA

Prof. Budu dan Babak Kedua Pilrek Unhas

Sabtu, 1 November 2025 - 00:57 WITA

Mentan Amran Memupus Mimpi Ekonom Pro-Mafia Pangan Seperti Defiyan Cori

Berita Terbaru

Serba-Serbi

IPM Makassar 2025 Tertinggi di Sulsel, Tembus Peringkat 7 Nasional

Sabtu, 27 Des 2025 - 18:31 WITA