*Pengaturan Perolehan Suara dan KPU*
Menurut Pasal 107 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon bupati dan wakil bupati serta pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Namun, dalam situasi dengan calon tunggal, penegasan lebih lanjut diperlukan. PKPU Nomor 8 Tahun 2024 juga menyatakan bahwa pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak akan ditetapkan sebagai pemenang. Berbeda dengan calon tunggal yang berhadapan dengan kotak kosong dimana pasangan ini wajib menang dengan suara sah yang diperoleh melebihi 50%. Jika tidak, skenario kemenangan kotak kosong harus dihadapi, dan aturan tentang Pilkada ulang perlu dijalankan dengan tegas dan konsisten.
Penting bagi penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, untuk melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya partisipasi dalam Pilkada, termasuk konsekuensi memilih kotak kosong. Edukasi ini harus menyentuh aspek-aspek teknis mengenai apa yang terjadi jika kotak kosong menang, serta dampaknya terhadap pemerintahan daerah dan proses demokrasi.
Dengan pemahaman yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan rasional dalam Pilkada. Selain itu, masyarakat yang teredukasi dengan baik juga dapat mengawal proses demokrasi dengan lebih aktif, termasuk memantau dan memastikan integritas proses Pilkada.
Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan kemampuan yang nyata, bukan hanya karena kurangnya pilihan. Melalui pengawasan dan partisipasi aktif dari semua pihak, Pilkada dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Penulis : Mahmud Marhaba (Ketum DPP PJS)
Sumber Berita : DPP PJS