Kekosongan Hukum: Kegagalan Regulasi atau Ruang Partisipasi?
Ketidakjelasan hukum terkait fenomena kolom kosong dalam pilkada calon tunggal mencerminkan kegamangan regulasi pemilu di Indonesia. Pada satu sisi, kolom kosong diakui oleh putusan MK sebagai pilihan sah bagi pemilih yang menolak calon tunggal.
Namun, di sisi lain, tidak ada aturan jelas yang mengatur bagaimana kolom kosong dapat dipromosikan atau diajak dalam konteks kampanye.
Fenomena ini menunjukkan kegagalan regulasi pemilu dalam mengantisipasi dinamika politik lokal. Ketika hanya ada satu calon yang maju, partisipasi politik masyarakat yang tidak setuju dengan calon tersebut tidak memiliki ruang untuk berekspresi secara aktif kecuali melalui kolom kosong.
Sayangnya, kolom kosong, meskipun diakui secara hukum, tidak diatur dengan baik dalam hal kampanye dan promosi, yang membuatnya menjadi ruang abu-abu dalam regulasi pemilu.
Kampanye kolom kosong yang dilakukan oleh relawan atau masyarakat bisa dipandang sebagai bentuk partisipasi demokrasi yang sah. Meskipun demikian, tanpa regulasi yang jelas, fenomena ini dapat menimbulkan distorsi dalam pelaksanaan pemilu yang adil dan transparan.
Ada risiko bahwa kolom kosong justru digunakan oleh kelompok tertentu untuk mengganggu proses demokrasi yang seharusnya fokus pada pilihan antara kandidat yang kompeten.
Menjaga Iklim Demokrasi yang Sehat.
Wahyu Saputra mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga kondusifitas iklim demokrasi, meskipun fenomena calon tunggal dan kolom kosong semakin sering muncul di berbagai daerah.
Halaman Berita ini : 1 2 3 4 Baca Halaman Selanjutnya
Penulis : Tomi Permana