Oleh: Baharuddin Solongi
(Pengamat Politik dan Konsultan Tata Kelola Pemerintahan)
Makassar – Pemilih dungu menggambarkan kondisi pemilih yang kurang memiliki kesadaran, pemahaman, atau kemampuan berpikir kritis dalam menentukan pilihannya dalam Pilkada.
Ungkapan ini sering merujuk pada perilaku memilih tanpa mempertimbangkan secara matang rekam jejak, program, atau integritas calon, serta mudah terpengaruh oleh hal-hal dangkal seperti politik uang, janji palsu, atau kampanye yang manipulatif.
Paling tidak, ada lima cirinya. Pertama, tidak kritis terhadap calon. Memilih hanya berdasarkan popularitas, penampilan, atau janji kampanye tanpa mengevaluasi apakah janji tersebut realistis. Kedua, Tergiur politik uang. Mudah menerima uang atau barang dari calon, lalu memberikan suara tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang. Ketiga, Kurangnya pemahaman tentang politik dan kebijakan. Tidak memahami peran pemimpin yang dipilih, visi-misi kandidat, atau isu-isu penting yang memengaruhi masyarakat. Keempat, apatis atau tidak peduli. Memilih asal-asalan tanpa peduli dampak pilihannya terhadap masa depan daerah dan masyarakat. Dan kelima, terpengaruh propaganda atau hoaks. Mudah percaya pada informasi palsu atau propaganda yang disebarkan tanpa memverifikasi kebenarannya.
Banyak pihak sepakat jika ciri kedua di atas (tergiur politik uang) yang paling mempengaruhi penentuan pilihan para pemilih dalam pilkada. Itulah sebabnya, para pasangan calon kepala daerah, berlomba-lomba menyiapkan uang sebanyak-banyaknya.Bahkan ada calon yang mencari pemilik modal alias cukon untuk membiayai kampanyenya dengan politik uang.
Halaman Berita ini : 1 2 3 4 5 Baca Halaman Selanjutnya
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan