Selain itu, dalam komunitas miskin, hubungan patron-klien sering kali membuat masyarakat merasa “berutang budi” kepada kandidat yang memberikan bantuan. Akibatnya, pemilih miskin mungkin memilih kandidat yang tidak kompeten hanya karena iming-iming bantuan, meskipun mereka tahu dampaknya buruk bagi pembangunan jangka panjang.
Namun demikian pemilih yang kurang terdidik sering kali tidak memahami peran dan tanggung jawab pemimpin, sehingga mereka memilih tanpa pertimbangan rasional. Kebodohan membuat pemilih rentan terhadap manipulasi informasi, seperti janji-janji kosong atau berita palsu.
Pemilih tidak menyadari bahwa suara mereka seharusnya digunakan untuk kepentingan jangka panjang, bukan dijual untuk keuntungan sementara. Akibatnya, pemilih tidak mempertimbangkan program atau rekam jejak kandidat, tetapi memilih berdasarkan popularitas atau iming-iming materi.
Lalu bagaimana mengeleminir kedunguan pemilih yang dipengaruhi oleh politik uang?
Mengeliminasi pemilih dungu dalam pilkada akibat pengaruh politik uang membutuhkan pendekatan strategis yang berkelanjutan.
Langkah-langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik, memperkuat integritas pilkada, dan mengurangi ketergantungan masyarakat pada politik uang.
Ada beberapa Langkah yang dapat ditempuh, antara lain:
Pertama,Pendidikan Politik yang inklusif dan berkelanjutan. Sosialisasi tentang bahaya politik uang dan dampaknya terhadap pembangunan daerah. Pelatihan Literasi Politik di komunitas, melibatkan tokoh masyarakat, guru, dan organisasi pemuda. Masukkan pendidikan politik ke dalam kurikulum sekolah, dengan penekanan pada pentingnya pilkada yang jujur. Gunakan media sosial, film, atau seni untuk menyampaikan pesan anti-politik uang.
Halaman Berita ini : 1 2 3 4 5 Baca Halaman Selanjutnya
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan