Makassar, DND Media Nasional “Selamat…Anda sudah membuat sejarah,” kata Presiden Jokowi pada coach Shin Tae-Yong (STY) beberapa saat sebelum dirinya lengser. Bahkan pemerintah memberikan golden visa baginya atas prestasi yang sudah ditorehkan.
Pujian setinggi langit juga datang dari berbagai elemen masyarakat, pengamat dan tokoh sepakbola tanah air. Mereka menganggap pelatih asal negeri ginseng itu telah membawa perubahan dan transformasi persepakbolaan nasional.
Selama menangani Tim Garuda sejak 2020, STY telah mengukir sejumlah hasil mengesankan. Diantaranya mengangkat Indonesia di daftar Ranking FIFA dari urutan ke-174 menjadi 127.
STY juga membawa Indonesia untuk pertama kalinya lolos ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, yang otomatis mengunci tempat di putaran final Piala Asia 2027.
Tapi tetap saja STY diganti. Bahkan lebih cepat dari periode masa kontrak sebagai pelatih kepala timnas yang mestinya berakhir 2027.
Itu memang hak federasi (PSSI) yang mempekerjakan STY sejak Desember 2019. Dalam klausul kontraknya: head coach bisa diganti kapan saja. Biar pun yang bersangkutan berprestasi atau mengukir sejarah. Dengan atau bahkan tanpa alasan sekali pun.
“Keputusan tak populer ini harus kita ambil daripada menyesal dikemudian hari. Demi mimpi kita lolos ke Piala Dunia 2026,” ujar Ketum PSSI Erick Thohir menjawab wartawan saat konperensi pers, Senin (6/12/2025) di Jakarta.
Ia tak merinci alasan pemecatan. Dengan wajah tegang dan nada suara yang terkesan hati-hati, Erick hanya mengungkap secara normatif. Bahwa PSSI membutuhkan figur “tukang racik” yang bisa menjalankan strategi yang sudah disepakati dan faktor komunikasi yang lebih baik. Terutama menjelang empat laga sisa babak kualifikasi grup demi ambisi target lolos putaran final Piala Dunia 2026.
Posisi Erick sebagai ketua federasi sungguh dilematis. Sebuah pertaruhan. Apalagi keputusan yang diambil sangat berisiko. Ibarat pisau bermata dua. Sewaktu-waktu bisa berbalik menusuk bila ekspektasi publik sepakbola tanah air yang terlanjur membumbung tinggi tak dapat ditunaikan oleh pengganti STY. Ia memang tidak sempurna, tapi publik pasti akan membanding-bandingkan STY dengan penggantinya itu.
Kabar pemecatan STY itu spontan memantik spekulasi dan pro kontra di publik. Ada yang kecewa, menyayangkan, dan sebagainya. Riuh netizen di jagat sosial media juga tak kalah sengitnya.
Dari pemain ikut merespon. Kapten Timnas Indonesia, Jay Idzes mengunggah foto lawasnya bersama STY dan menulis pesan di akun media sosialnya: “We wrote history together and i cherish every single moment that we had.”
Meski tidak mudah, pemain klub serie A Italia Venezia tersebut meyakini bahwa PSSI telah membuat keputusan yang beralasan.
Rumor yang beredar, sejak laga melawan China sudah ada dinamika internal. Antara pemain dan coach STY tidak ada keharmonisan. Dalam beberapa kesempatan pemain berkumpul tanpa pelatih menerapkan strategi mereka sendiri.
Secara teknis dan filosofi, sebagian besar pemain naturalisasi timnas notabene bermain di liga Eropa kurang cocok dengan “game plan” ala STY yang mengandalkan power, speed dan counter attack. Sedangkan mereka lebih nyaman dengan total football.
STY memilih diam. Menerima Keputusan PSSI. Hanya menitip pesan harapan lewat Ketua BTN (Badan Tim Nasional), Sumardji, agar timnas bisa lolos ke Piala Dunia 2026.
Dengan posisi saat ini, harus akui pamor STY masih tetap tinggi. Menjulang di antara orang dan pihak yang selama ini ingin mendepaknya. Ia masih bisa berjalan dengan kepala tegak meninggalkan Indonesia. Sisa memantau dari kejauhan dengan senyum.
Mungkin suatu saat kalau ada waktu lowong ia bisa menulis buku semacam untold story dibalik pemecatan dirinya. Akan sangat menarik.
Atau rasanya tidak mungkin ditulis. Terlalu banyak intrik dan drama yang harus tetap disimpan sampai kapan pun. “Termasuk perlakuan PSSI kepada ayah saya selama ini. Tapi ayah hanya diam. Anda akan menyesal telah memecatnya,” ungkap sang anak, Shin Jae-won dengan nada kecewa.
Saya dan mungkin publik tidak tahu pasti. Apa saja “dinamika internal” yang terjadi sebagaimana dimaksud Erick. Saya hanya bisa menebak. Mungkin pemerintah ikut turun tangan secara all out. Khususnya Menteri BUMN Erick Thohir yang juga Ketum PSSI.
Penyesalan memang selalu datangnya belakangan. Kalau di depan namanya perencanaan. ***
(Rusman Madjulekka, penikmat sepakbola dan fans timnas Indonesia).
Penulis : Mursalim Tahir
Editor : Admin
Sumber Berita : Redaksi Sulsel