BONE, DNID.co.id – Pemerintah Daerah Kabupaten Bone diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan kas daerah, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan tahun anggaran 2024.
Dalam laporan tersebut, BPK menemukan bahwa Pemda Bone menyimpan dana daerah di luar Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ditunjuk, yakni Bank Sulselbar. Dana tersebut justru ditempatkan di kantor unit Bank Negara Indonesia (BNI), yang tidak memiliki dasar hukum sebagaimana dipersyaratkan.
Seorang pengamat kebijakan publik atas nama BN menyebutkan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kedua regulasi tersebut secara tegas menyatakan bahwa penyimpanan dana dan pengelolaan kas daerah hanya boleh dilakukan melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ditunjuk. Dalam konteks Sulawesi Selatan dan Barat, itu berarti melalui Bank Sulselbar,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah hanya diperbolehkan mengelola kas atau melakukan penyertaan modal melalui Bank Sulselbar. Jika ingin menggunakan bank lain, harus ada perjanjian kerja sama (PKS) atau nota kesepahaman (MoU) yang sah, serta pengelolaan harus dilakukan melalui kantor cabang resmi, bukan unit layanan.
“Dalam kasus ini, dana disimpan di kantor unit BNI tanpa dasar hukum berupa MoU dan PKS antara Pemerintah Daerah dengan Bank. Hal ini menimbulkan dugaan adanya kepentingan tertentu di balik keputusan tersebut,” lanjutnya.
Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip tata kelola keuangan yang baik.
“Ini berpotensi merugikan keuangan daerah, serta melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa penempatan dana dalam bentuk deposito memang diperbolehkan dengan persyaratan ketat.
“Deposito boleh dilakukan jika ada dana lebih yang tidak digunakan dalam waktu dekat. Namun, saat ini justru diketahui Pemda Bone memiliki banyak kewajiban mendesak. Ini menimbulkan pertanyaan besar,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa deposito di bank umum diperbolehkan selama bank tersebut sehat secara finansial dan tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. Selain itu, bunga deposito atau jasa giro wajib masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui kas umum daerah.
“Deposito maksimal dilakukan selama satu tahun, dan dananya harus dikembalikan ke rekening kas umum daerah atau Treasury Single Account (TSA) paling lambat 31 Desember tahun berjalan,” jelasnya lagi.
Dikonfirmasi, Sekretaris BKAD Kabupaten Bone, Andi Irsal Mahmud, yang pernah menjabat sebagai Plt Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Tahun 2024, membantah bahwa dana yang disimpan di BNI berbentuk deposito.
“Itu bukan deposito. Ada keputusan Bupati terkait penempatan dana kas daerah. Sumber dananya berasal dari DAU, earmarking, DBH, pajak hotel, dan beberapa lainnya,” jelasnya, Selasa (11/06/2025).
Menurut Andi Irsal, penempatan dana di beberapa rekening dilakukan karena kompleksitas dan keberagaman sumber anggaran yang masuk hampir bersamaan.
“Kalau semua masuk ke BPD, misalnya DAU murni 80 miliar untuk gaji, kemudian DAK masuk lagi 30 miliar, lalu ada dana pajak hotel 10 juta, 15 juta dari retribusi perhubungan, dan seterusnya semuanya harus dikelola sekaligus. Ini yang membuat pengelolaan menjadi rumit,” ungkapnya.
Ia menambahkan, agar pengelolaan lebih tertib dan tidak menumpuk dalam satu rekening yang bisa memicu kecurigaan, maka dilakukan pemisahan penempatan dana di beberapa bank.
“Maka keluarlah itu, dibagi. Supaya tidak terlihat dana berkumpul di satu tempat. Contohnya, dana dari retribusi perhubungan disimpan di Bank BRI, dana dari sumber lain di bank yang berbeda. Ini semua dalam rangka manajemen distribusi kas,” terangnya.
Andi Irsal juga menegaskan bahwa kemampuan mengelola kas daerah merupakan kewenangan dari Bendahara Umum Daerah (BUD), yang bertugas memastikan kelancaran arus kas untuk berbagai kebutuhan belanja.
“Kemampuan dalam mengelola kas daerah itu diberikan kepada BUD. Tujuannya agar pengeluaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan secara efisien,” Sebutnya
Andi Irsal juga menanggapi langsung poin penting dalam temuan BPK. Ia menyebutkan bahwa yang menjadi sorotan utama adalah masih aktifnya sejumlah rekening lama milik organisasi perangkat daerah (OPD), sekolah, dan puskesmas yang sejatinya sudah tidak digunakan lagi.
“Yang menjadi temuan BPK kemarin adalah adanya rekening yang tidak aktif tapi belum ditutup. Saat ini proses penutupan rekening-rekening tersebut sedang berjalan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa proses penutupan rekening membutuhkan waktu karena harus melalui mekanisme administratif sesuai ketentuan perbankan dan sistem pengelolaan kas daerah.
Meski pihak Pemda menyatakan seluruh kebijakan telah sesuai prosedur internal, sejumlah pihak mendorong agar pemerintah daerah lebih transparan dalam menjelaskan dasar hukum penempatan dana di luar BPD. Apalagi, penempatan tersebut dilakukan di kantor unit yang secara regulatif tidak diperbolehkan.
“Ini perlu evaluasi menyeluruh. Jika praktik ini dibiarkan, bisa menimbulkan preseden buruk dalam tata kelola keuangan daerah,” ujar sumber lain yang mengikuti perkembangan temuan ini.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak BPK terkait tindak lanjut atau rekomendasi atas temuan tersebut
Penulis : Ricky
Editor : Admin
Sumber Berita : Redaksi Sulsel