Luwu Raya, DNID.co.id – Setiap tanggal 4 Oktober, umat Katolik di seluruh dunia memperingati Hari Santo Fransiskus dari Asisi, sosok suci yang dikenal sebagai pelindung hewan dan alam semesta dalam Gereja Katolik.
Dalam semangat cinta terhadap seluruh ciptaan Tuhan, sejumlah umat Katolik membawa hewan peliharaan mereka ke gereja untuk menerima pemberkatan khusus.
Tradisi ini juga dilaksanakan oleh Paroki Siti Maryam Saluampak di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, sebagaimana diungkapkan oleh Pater Mathias Tobias Farneubun, MSC atau yang akrab disapa Pater Tobi, saat ditemui media ini pada Rabu, (16/7/ 2025).

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Pater Tobi, pemberkatan hewan bukanlah pembaptisan. “Pemberkatan ini bukan sakramen baptis. Baptisan adalah sakramen yang hanya diberikan kepada manusia karena manusia memiliki jiwa yang kekal,” tegasnya.
Namun demikian, ia menjelaskan bahwa hewan adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang patut dihormati dan disyukuri.
“Pemberkatan hewan merupakan ungkapan syukur atas kehadiran makhluk hidup yang turut memberi warna dan kehangatan dalam kehidupan manusia,” kata Pater Tobi.
Dalam pelaksanaannya, umat membawa berbagai jenis hewan peliharaan—mulai dari anjing, kucing, kelinci, burung, hingga hewan lainnya ke halaman gereja.
Di sana, pastor memercikkan air suci ke arah hewan-hewan itu sebagai tanda pemberkatan, didahului dengan ibadat singkat dan doa bersama.
Tradisi ini berakar dari teladan hidup Santo Fransiskus dari Asisi, yang dikenal karena kesederhanaan hidupnya dan cinta mendalam terhadap alam dan makhluk hidup.
Ia digambarkan sebagai sosok yang mampu berbicara kepada burung, menyapa serigala, dan menemukan kehadiran Tuhan dalam segala ciptaan.
“Melalui pemberkatan hewan ini, Gereja ingin membangun kesadaran umat bahwa manusia memiliki tanggung jawab spiritual dan moral terhadap ciptaan Tuhan, termasuk hewan dan lingkungan sekitar,” jelas Pater Tobi.
Menurut Pater Tobi, tidak semua gereja Katolik di Indonesia melaksanakan tradisi ini secara rutin. Biasanya, hanya paroki tertentu seperti Katedral Jakarta yang menjadwalkannya setiap tahun.
Namun semangat yang ingin disampaikan tetap sama: kepedulian dan kasih terhadap seluruh ciptaan Tuhan.
Dalam kegiatan tersebut, sejumlah paroki juga membacakan Doa Laudato Si, yang disusun oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik “Laudato Si: On Care for Our Common Home.”
Doa ini menyerukan pentingnya kepedulian terhadap bumi sebagai rumah bersama, serta ajakan untuk hidup selaras dengan alam.
Salah satu bagian dari doa tersebut berbunyi:
Doa dari Santo Fransiskus Asisi menjadi refleksi utama nilai-nilai tersebut yakni,
TUHAN, jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan. Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan. Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi keputusasaan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita.
Ya Tuhan Allah, ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur;
mengerti daripada dimengerti;
mengasihi daripada dikasihi;
sebab dengan memberi kita menerima;
dengan mengampuni kita diampuni;
dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam Hidup Kekal. Amin.
Doa ini mencerminkan semangat Santo Fransiskus, yang mengajarkan bahwa iman bukan hanya tentang hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama dan lingkungan hidup.
“Pemberkatan hewan bukan sekadar upacara simbolik. Ia menyampaikan pesan iman yang hidup: bahwa kasih kepada Tuhan mesti juga tercermin dalam sikap manusia terhadap makhluk ciptaan lainnya,” terang Pater Tobi.
Tradisi ini menjadi semakin relevan di tengah krisis lingkungan global yang melanda dunia saat ini.
Paus Fransiskus sendiri dalam ensikliknya menekankan pentingnya ekologi integral, yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu di alam semesta saling berkaitan.
“Ini adalah bentuk nyata syukur atas alam ciptaan Tuhan, sekaligus pengingat bahwa manusia memiliki tanggung jawab besar terhadap lingkungan dan makhluk hidup lain di sekitarnya,” tambah Pater Tobi.
Melalui pemberkatan ini, Gereja tidak hanya menyampaikan kasih kepada binatang, tetapi juga membentuk kesadaran moral umat bahwa merawat lingkungan adalah bagian dari panggilan iman.
Pemberkatan hewan pada 4 Oktober bukanlah pembaptisan, tetapi tradisi spiritual yang menandai cinta dan tanggung jawab manusia terhadap seluruh ciptaan Tuhan.
Gereja Katolik, lewat teladan Santo Fransiskus dari Asisi, mengajak umat untuk tidak hanya berdoa, tetapi juga hidup dalam harmoni dan kasih terhadap sesama makhluk hidup serta bumi tempat berpijak.
*** Megasari/Yustus
Penulis : Megasari/Yustus
Editor : Admin
Sumber Berita : Redaksi Sulsel