Dnid.co.id-Bantaeng- Laporan dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen proses balik nama sertipikat tanah di Polres Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), diduga jalan di tempat. Hal itu diungkapkan langsung oleh pelapor, Aksan Albar, warga Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng.
“Sudah berbulan-bulan laporannya, Pak,” kata Aksan saat ditemui di kediamannya, Kamis (2/10/2025).
Menurut Aksan, seluruh dokumen yang diminta pihak kepolisian telah ia serahkan. Namun, kasus ini tetap terkesan mandek meski dirinya sempat menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polres Bantaeng. “SP2HP pertama ada, tapi kasusnya seperti jalan di tempat,” ujarnya.

Dalam SP2HP yang diperlihatkan ke awak media, terungkap bahwa SP2HP itu berisi pemberitahuan dimulainya penyelidikan kasus tersebut yang ditandatangani pada 1 Agustus 2025. Kini, dua bulan berjalan belum ada lagi SP2HP baru yang diberikan penyidik Tipidum Satreskrim Polres Bantaeng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aksan berharap polisi menuntaskan kasus ini demi adanya kepastian hukum sekaligus memberi efek jera kepada pihak-pihak yang diduga terlibat. “Saya ini rakyat biasa, mudah-mudahan polisi bisa tuntaskan kasus ini,” tuturnya.
Kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika Aksan mengambil kredit Rp500 juta di salah satu bank. Tiga tahun kemudian, pembayaran macet dan ia kesulitan memperpanjang kredit.
Di saat itu, Aksan bertemu rekannya, Haji Sukamat, yang kemudian menawarkan bantuan. Dengan uang komitmen Rp50 juta, proses kredit baru pun diajukan atas nama Sukamat. Namun, agunannya tetap sertipikat tanah milik Aksan.
“Pak Sukamat yang bermohon di BRI, nilainya Rp600 juta, kalau tidak salah cair tahun 2020,” jelas Aksan.
Dari jumlah tersebut, ia hanya menerima sekitar Rp200 juta. Sisanya dipotong untuk berbagai biaya, termasuk biaya notaris yang nilainya mencapai Rp117 juta. Ironisnya, bukti kwitansi resmi tidak pernah ia pegang.
Puncaknya, pada April 2024, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantaeng menghubungi Aksan untuk mengklarifikasi tanda tangan pada surat kuasa dan permohonan balik nama sertipikat tanah yang diagunkan di bank.
“Saya bilang tidak benar, ada dua dokumen surat kuasa dan surat permohonan yang tanda tangannya bukan saya,” tegasnya.
Dalam proses itu, nama seorang notaris, Darmawati, disebut-sebut terlibat. Aksan mengaku mengenalnya dari urusan lain, tetapi membantah pernah menandatangani dokumen tambahan untuk kredit baru.
Sementara itu, Darmawati pernah membantah tudingan tersebut. Ia bahkan menunjukkan foto Aksan tengah menandatangani dokumen sebagai bukti. Namun, Aksan menegaskan bahwa foto tersebut tidak terkait dengan balik nama sertipikat, melainkan perjanjian utang-piutang pada 2017 silam.
Upaya media mengonfirmasi Darmawati tidak membuahkan hasil. Nomor teleponnya tidak aktif, sementara staf di kantornya menolak memberikan keterangan.
“Sesuai pesan ibu, kami tidak boleh memberikan informasi apa pun terkait kasus itu,” kata salah seorang staf, Kiki, saat ditemui Jumat (29/8/2025).
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bantaeng, Iptu Gunawan, membenarkan adanya laporan Aksan. Kasus tersebut kini ditangani Unit Tindak Pidana Umum (Tipidum) Satreskrim Polres Bantaeng.
“(Sementara) Berjalan di tahap penyelidikan,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp, Kamis (2/10/2025).
Terpisah, Kanit Pidum Ipda Achmad Kurnia, mengatakan akan berkoordinasi dengan penyidiknya terkait penanganan perkara tersebut karena lagi berada di Makassar.
“Saya masih di Makassar, lagi ujian sertifikasi, inshaAllah besok sore saya balik, saya panggil penyidiknya, karena beliau yg selalu komunikasi dengan pelapornya, nanti saya kabariki,” ucap Achmad saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp, Kamis (2/10/2025).
Kini, Aksan menunggu kepastian hukum atas laporan yang ia perjuangkan sejak tahun lalu.
“Saya hanya ingin semuanya jelas. Dokumen-dokumen itu harus diperiksa supaya terang benderang,” tutupnya.