Mataram, DNID.Co.Id— Kinerja penyidik di Polres Dompu kembali menjadi sorotan tajam. Ketua Pengurus Wilayah Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PW SEMMI) Nusa Tenggara Barat, menyoroti penanganan kasus Efan Limantika yang dinilai janggal dan penuh keanehan. Pasalnya, meski panggilan penyidik sudah dua kali dilayangkan kepada terduga, tak ada tindakan lanjutan dari aparat penegak hukum. Penyidik justru memilih diam. Ada apa? Siapa yang dilindungi?
“Ini sudah bukan kelalaian biasa, ini potensi penyalahgunaan wewenang. Dua kali panggilan patut diabaikan, dua alat bukti sah sudah ada, tapi tak ada tindakan jemput paksa. Ini mencurigakan!” Muhammad Rizal Ansari tegas Ketua PW SEMMI NTB dalam pernyataan resminya.
Menurutnya, penyidik punya dasar hukum yang sangat jelas untuk melakukan penjemputan paksa terhadap tersangka atau saksi yang mangkir tanpa alasan wajar. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 112 ayat (2) KUHAP:

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dalam hal tersangka atau saksi tidak memenuhi panggilan penyidik tanpa alasan yang patut dan wajar, penyidik dapat memerintahkan untuk dibawa dengan perintah tertulis.”
Namun yang terjadi di Polres Dompu justru sebaliknya. Penyidik tampak menghindar dan menunda-nunda proses hukum. Tiga indikasi kuat kelalaian yang dipertontonkan penyidik antara lain:
1. Dua alat bukti sudah dikantongi, namun tidak ada tindakan hukum tegas.
2. Dua kali panggilan resmi diabaikan, tanpa upaya jemput paksa.
3. Penyidik tampak membiarkan bahkan seolah melindungi pihak terlapor.
“Jika polisi tidak mau menjalankan kewenangannya, itu artinya mereka sedang mengabaikan amanat Undang-Undang. Tindakan ini bisa ditarik ke ranah etik, bahkan praperadilan,” tambahnya.
Hukum Dilanggar, Profesionalisme Dipertanyakan
Ketua PW SEMMI NTB juga menegaskan bahwa penyidik tidak boleh bertindak sewenang-wenang — atau malah tidak bertindak sama sekali. Ketika penyidik tidak menjalankan kewajiban hukumnya, maka mereka telah melanggar sejumlah ketentuan:
• Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang menyebut tugas pokok Polri adalah menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
• Pasal 14 ayat (1) huruf g UU yang sama, memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyidikan terhadap setiap tindak pidana.
• Pasal 4 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan, yang menyatakan penyidikan harus dilaksanakan secara profesional, proporsional, dan prosedural.
“Kalau penyidik menolak bertindak padahal syarat hukum sudah terpenuhi, maka itu bukan sekadar pelanggaran administratif. Itu pelanggaran prinsip keadilan dan profesionalisme penegak hukum!”
Rizal, Ketua PW SEMMI bahkan mewanti-wanti agar jika kondisi ini terus dibiarkan, pihaknya akan menempuh langkah hukum dan menyiapkan gugatan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.
“Kami tidak segan-segan membawa ini ke jalur praperadilan. Rakyat perlu tahu: hukum tidak boleh tumpul ke atas!”
Penulis : Aditiya Hidayatullah
Editor : Redaksi NTB