Oleh: Baharuddin Solongi
(Pengamat Politik dan Konsultan Tata Kelola Pemerintahan)
Makassar,DNID.co.id – Tak dapat dipungkiri, ketika bangsa ini sedang membangun demokrasi yang substantif, demokrasi yang sehat dan kuat, muncul juga kelompok penyeleweng demokrasi, mereka adalah individu atau kelompok yang merampas hak suara rakyat dengan kecurangan pemilu dan pilkada, mereka adalah pelaku politik uang, tidak hanya merusak integritas pemilu, tetapi juga mencoreng wajah demokrasi. Menekan kebebasan pers dan LSM, serta membungkam suara oposisi. Mereka bukan pemimpin sejati. Mereka mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, mengalahkan kepentingan rakyat.
Jika hukum hanya berpihak pada elite politik, maka kita sedang diperintah oleh si penyeleweng demokrasi. Mereka inilah yang dikategorikan sebagai, mohon maaf, pengkhianat demokrasi. Mereka mencoba merusak prinsip-prinsip dasar demokrasi, seperti kedaulatan rakyat, pemerintahan berdasarkan hukum (rule of Law), persamaan hak, perlindungan hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan negara, partisipasi aktif warga negara, kebebasan pers dan Informasi, pemerintahan yang responsif dan akuntabel, penghormatan terhadap Keberagaman, dan pemilu bebas, adil, dan berkala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka adalah kelompok atau tokoh yang mencoba merebut kekuasaan melalui cara-cara non-demokratis, seperti kudeta atau manipulasi hasil pemilu. Kelompok yang mengusung ideologi transnasional dan menolak sistem negara demokratis. Pengusaha besar yang mendominasi politik dan melemahkan institusi demokrasi melalui praktik korupsi atau nepotisme. Pejabat yang menyalahgunakan anggaran negara dan terlibat dalam skandal korupsi.
Media atau individu yang sengaja menyebarkan informasi palsu untuk memanipulasi hasil pemilu dan pilkada atau menciptakan instabilitas sosial. Kelompok yang menyerukan pemberontakan tanpa dasar legal dan merusak institusi demokrasi. Pemimpin yang sengaja melemahkan oposisi untuk melanggengkan kekuasaan. Kelompok yang memaksakan ideologi tunggal dan menolak dialog antar kelompok. Para si penyeleweng demokrasi sering kali muncul dari berbagai latar belakang, baik politik, ekonomi, maupun ideologi.
Lalu kapan mereka muncul?
Penyelewengan terhadap demokrasi dapat terjadi kapan saja, terutama dalam situasi tertentu yang memberikan peluang bagi individu atau kelompok untuk menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi.
Namun demikian, ada beberapa momentum mereka akan muncul, yaitu : Penyelewengan terhadap demokrasi dapat terjadi kapan saja, terutama dalam situasi tertentu yang memberikan peluang bagi individu atau kelompok untuk menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi.
Beberapa kondisi dan waktu di mana para penyeleweng demokrasi sering muncul, yaitu : ketika ekonomi memburuk, pemimpin atau kelompok tertentu dapat menggunakan kekacauan untuk memusatkan kekuasaan atau mengabaikan aturan demokrasi. Ketika terjadi Ketegangan politik, seperti konflik antar partai atau polarisasi ekstrem, dapat membuka jalan bagi penyelewengan demokrasi, seperti kudeta atau manipulasi sistem hukum.
Masa pemilu dan pilkada adalah waktu di mana aktor penyeleweng demokrasi dapat mencoba memanipulasi hasil untuk mempertahankan kekuasaan atau memenangkan kursi. Saat hasil pemilu dan pilkada tidak diterima oleh pihak tertentu, konflik politik dapat dimanfaatkan untuk menggerus prinsip-prinsip demokrasi.
Para penyeleweng demokrasi juga muncul ketika satu cabang pemerintahan (eksekutif, legislatif, atau yudikatif) memiliki kekuasaan terlalu besar tanpa pengawasan, penyelewengan sering terjadi. Keadaan darurat, seperti pandemi, bencana alam, atau konflik keamanan, sering kali menjadi alasan untuk menunda Pemilu dan pilkada, membatasi kebebasan, atau memusatkan kekuasaan.
Terjadi ketegangan etnis, agama, atau ideologi dapat dimanfaatkan oleh aktor tertentu untuk melemahkan demokrasi melalui retorika populis atau kebijakan diskriminatif. Ketika masyarakat pasif atau tidak peduli terhadap politik, para penyeleweng demokrasi memiliki ruang lebih besar untuk menyalahgunakan kekuasaan. Saat media dikuasai atau dibungkam, rakyat kehilangan akses informasi yang akurat, sehingga manipulasi terhadap sistem demokrasi lebih mudah dilakukan.
Ketika pemimpin dengan retorika populis sering kali menjanjikan solusi instan, tetapi melemahkan institusi demokrasi dengan memusatkan kekuasaan. Ketika hukum tidak lagi independen dan digunakan untuk menyingkirkan oposisi atau melindungi kekuasaan.
Bagaimana cara mencegahnya?
Mencegah kelompok-kelompok yang berpotensi penyelewengkan demokrasi memerlukan pendekatan sistematis yang melibatkan pemerintah, masyarakat, media, dan institusi hukum. Beberapa langkah-langkah efektif untuk menghadapi ancaman para penyeleweng demokrasi tersebut, antara lain; Pertama, memastikan semua proses pengambilan keputusan di pemerintahan transparan, dengan mekanisme akuntabilitas yang kuat.
Lembaga hukum harus independen dari pengaruh politik dan mampu menindak pelanggaran hukum, seperti korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Penyelenggaraan pemilu harus transparan, bebas, dan adil dengan pengawasan yang kuat untuk mencegah kecurangan. Kedua, program pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan pentingnya partisipasi politik.
Ajarkan masyarakat untuk mengenali disinformasi, berita palsu, dan propaganda yang digunakan kelompok anti-demokrasi untuk memanipulasi opini publik.
Lalu Ketiga, memfasilitasi dialog antara kelompok dengan pandangan berbeda untuk mengurangi ketegangan dan polarisasi. Promosikan narasi kebhinekaan melalui media, pendidikan, dan komunitas untuk melawan propaganda ekstremis. Keempat, pastikan pendanaan partai politik dan kampanye pemilu bersumber dari dana yang legal dan transparan. Tindak tegas politik uang, baik di tingkat lokal maupun nasional, dengan hukuman berat bagi pelaku dan pemberi. Kelima, media yang bebas dan independen adalah benteng penting melawan propaganda dan penyebaran hoaks. Libatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik melalui musyawarah lokal maupun platform digital. Keenam, berikan hukuman tegas terhadap individu atau kelompok yang melakukan tindakan anti-demokrasi, seperti manipulasi pemilu, kudeta, atau pelanggaran HAM. Bentuk lembaga pengawas yang memastikan semua pihak mematuhi aturan demokrasi.
Kemudian Ketujuh, masyarakat sipil, termasuk LSM, akademisi, dan aktivis, perlu menjadi mitra dalam memantau pelaksanaan demokrasi.Tingkatkan kesadaran dan partisipasi rakyat dalam politik untuk mempersempit ruang gerak kelompok anti-demokrasi. Kedelapan, perkuat sistem teknologi yang dapat mendeteksi dan melawan penyebaran hoaks, Libatkan pemerintah, media, dan tokoh masyarakat dalam melawan hoaks secara efektif. Kesembilan, bangun sistem pemerintahan berbasis teknologi yang mengurangi celah untuk korupsi. Ajarkan nilai-nilai integritas dan kejujuran dalam pendidikan formal dan nonformal.
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan





























