Breaking News

Radio Player

Loading...

Hendri Kampai: Banyak Jurnalis Tidak Ikut Pelatihan Dasar, Akibat Tata Bahasa Masih Berantakan

Senin, 24 Maret 2025

URL berhasil dicopy

URL berhasil dicopy

Makassar, DNID.co.id- OPINI – Jurnalis itu adalah manusia pembelajar, kritis, dan investigatif. Aneh rasanya kalau ada seoramg jurnalis atau wartawan masih bangga mengaku jurnalis jika tata bahasa dalam tulisannya masih jauh dari standar bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Jurnalis atau wartawan seperti ini bisa dikatakan jurnalis atau wartawan “gadungan”. Sesuai dengan kata “gadung” yang berarti bukan “talas”, dimana terlihat seperti “talas” tapi sebenarnya bukan, terlihat seperti jurnalis atau wartawan tapi sebenarnya dia bukan jurnalis atau wartawan.

Jurnalis “gadungan” ini bisa dilihat dari “Judul Berita” yang dia buat, susah dimengerti, panjang, dan kadang menggunakan huruf besar semua. Benar-benar bikin pusing pembaca untuk memahami judul berita yang dia buat. Pendek kata bikin pusing dan butuh “bodrex” untuk mengobatinya. Mungkin hal ini pula yang memunculkan istilah “Wartawan Bodrex.”

ads

Selanjutnya kita juga bisa lihat dari penggunaan huruf kapital atau huruf besar di awal kata, kadang huruf besar di awal Nama dia bikin kecil, tapi dia pakai huruf besar di awal kata kerja. Kadang di menyambungkan kata depan “di” di depan kata tempat, tapi memisahkan kata “di” pada kata kerja pasif, dan banyak lagi kesalahan fatal dalam mempraktekkan kaidah penulisan jurnalistik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jurnalis ini biasanya tidak mau membaca kembali tulisan yang dia buat apa lagi tulisan yang dia terima atau copy paste dari media lain, main posting saja tanpa cek dan ricek. Jurnalis ini biasanya saya namakan jurnalis “eek, ” karena cuma orang “eek” yang tidak menengok “eek”nya kembali.

Selain itu jurnalis yang punya kelakuan cuma posting tanpa membaca bisa dikatakan secara cepat-cepatnya sebagai “Jurnalis Sampah.” Kerjanya cuma “nyampah” di dunia maya, dan jumlah orang seperti ini banyak, dan postingannya juga banyak, persis seperti gundukan sampah, “buanyak bangat”.

“Jurnalis Sampah” ini kebanyakan tidak tahu diri. Sudah tata bahasanya berantakan, tapi suka menulis berita seolah-olah kritik sosial tapi tidak berdasar. Tulisannya lebih banyak opini dan agitasi dari pada fakta, dan tanpa rasa malu menyebarkan tulisannya itu ke media sosial dan group-group WA, seolah-olah apa yang dia tulis itu suatu kebenaran.

Lebih parah lagi, jurnalis sampah ini kalau menulis tanpa basa-basi juga suka memaki, mengeluarkan kata-kata yang tidak standar, melibatkan emosi tanpa sadar kalau tidak bisa dikatakan “gila” karena mengumbar kata cacian dan makian di tulisannya dengan mengabaikan kode etik jurnalistik.

Selanjutnya kita bisa mengidentifikasi “Jurnalis Sampah” atau “Jurnalis Gadungan” ini dari penggunaan huruf besar pada judul beritanya. Kadang dia menulis judul beritanya sesuai dengan kaidah penulisan judul, tapi kadang dia menulis judul berita menggunakan huruf besar semua, benar-benar tidak konsisten. Hal ini terjadi karena dia tidak ada ilmu atau kompetensi dasar untuk membuat judul yang sesuai dengan standar penulisan yang baik dan benar.

Dari hal-hal sederhana saja dia tidak punya kompetensi sebagai seorang jurnalis, apakah manusia-manusia seperti ini bisa dikatakan jurnalis atau wartawan profesional atau hanya menggunakan profesi jurnalis atau wartawan karena dia menganggur dan tujuannya untuk memgganggu dengan harapan imbalan duit ‘recehan.’

Sumber Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia

Penulis : 02 MR

Editor : Admin

Sumber Berita : Ketum Jurnalis Nasional Indonesia

Berita Terkait

Beranda 100 Hari Kerja JKA-RH yang Bermakna: Mampukah Kita Mengimbangi “Speed” Kencang Seorang JKA?
Suara Eks Napiter Bone: Sudah Kembali ke NKRI, Tapi Masih Diabaikan  
Christanti Azis, Inisiator 100 Festival di Padang Pariaman
Diabetes Melonjak Secara Global dan Nasional: Ancaman Kesehatan Masyarakat yang Kian Nyata, Indonesia Termasuk Lima Besar Dunia
Konflik Internal di Kampus, Pengisian BKD Bagi Dosen Baru Tidak Memenuhi Syarat
Hakekatnya, Kebaikan dan Keburukan Akan Kembali Pada Diri Sendiri
Perempuan Bisa Menjadi Aktor Strategis Pembangunan
Sosiolog Sebut Peran Orangtua Jadi Kunci Utama Dalam Pembentukan Karakter Anak
Berita ini 64 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 8 Juli 2025 - 12:04 WITA

Beranda 100 Hari Kerja JKA-RH yang Bermakna: Mampukah Kita Mengimbangi “Speed” Kencang Seorang JKA?

Jumat, 27 Juni 2025 - 16:11 WITA

Suara Eks Napiter Bone: Sudah Kembali ke NKRI, Tapi Masih Diabaikan  

Minggu, 15 Juni 2025 - 02:02 WITA

Christanti Azis, Inisiator 100 Festival di Padang Pariaman

Kamis, 12 Juni 2025 - 22:10 WITA

Diabetes Melonjak Secara Global dan Nasional: Ancaman Kesehatan Masyarakat yang Kian Nyata, Indonesia Termasuk Lima Besar Dunia

Selasa, 10 Juni 2025 - 14:46 WITA

Konflik Internal di Kampus, Pengisian BKD Bagi Dosen Baru Tidak Memenuhi Syarat

Senin, 9 Juni 2025 - 10:58 WITA

Hakekatnya, Kebaikan dan Keburukan Akan Kembali Pada Diri Sendiri

Selasa, 27 Mei 2025 - 14:28 WITA

Perempuan Bisa Menjadi Aktor Strategis Pembangunan

Minggu, 11 Mei 2025 - 20:12 WITA

Sosiolog Sebut Peran Orangtua Jadi Kunci Utama Dalam Pembentukan Karakter Anak

Berita Terbaru

Serba-Serbi

Transparansi Bawaslu Bone Berbuah Penghargaan Bergengsi

Kamis, 18 Sep 2025 - 16:31 WITA

Serba-Serbi

Bupati Talenrang Dikukuhkan Jadi Anggota Kehormatan KAHMI Gowa

Kamis, 18 Sep 2025 - 14:15 WITA