Makassar, DNID.co.id – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel) Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, mengambil langkah cepat dan tegas menindaklanjuti instruksi Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait kasus Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dua guru ASN di Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis.
Kajati Sulsel meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menunda pelaksanaan Surat Keputusan (SK) PTDH terhadap kedua guru tersebut, sambil menunggu proses Peninjauan Kembali (PK) yang akan diajukan ke Mahkamah Agung.
Pertemuan penting itu berlangsung di kantor Kejati Sulsel, Rabu (12/11/2025) kemarin. Suasana ruang rapat penuh empati saat kedua guru hadir langsung didampingi Anggota DPRD Sulsel dari Fraksi Gerindra, Andi Tenri Indah.
Dari pihak pemerintah provinsi, hadir Inspektur Provinsi Sulsel Marwan Mansyur, perwakilan Dinas Pendidikan, serta pejabat dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dr. Didik Farkhan menegaskan, langkah Kejati Sulsel bukan untuk mencampuri ranah administrasi kepegawaian, melainkan menjalankan fungsi koordinatif dan keadilan restoratif yang diamanatkan Jaksa Agung.
Ia menyebut bahwa penundaan pelaksanaan SK PTDH merupakan bentuk perlindungan hukum sementara bagi ASN yang sedang berupaya menempuh jalur hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali.
“Jaksa Agung meminta kami menangani perkara ini dengan hati nurani. Kami memahami bahwa Pemprov Sulsel melaksanakan aturan berdasarkan putusan hukum yang sudah inkrah. Namun, kami juga melihat masih ada ruang hukum yang bisa ditempuh oleh kedua guru tersebut,” ujar Didik Farkhan.
Kajati Sulsel menilai, fakta-fakta baru yang muncul dari orang tua siswa SMA Negeri 1 Luwu Utara perlu diperhatikan sebagai bagian dari asas keadilan substantif.
Menurutnya, proses hukum yang telah dilalui kedua guru tersebut harus dilihat secara utuh, tidak semata-mata dari sisi normatif peraturan.
“Kami mendukung pengajuan PK karena ada perkembangan bukti baru yang signifikan. Kejaksaan akan menunggu hasil putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung sebelum ada tindakan administratif lebih lanjut,” tegasnya.
Sementara itu, suasana haru mewarnai pertemuan ketika Abdul Muis, salah satu guru yang di-PTDH, menyampaikan terima kasih mendalam kepada Kajati Sulsel.
Ia tidak mampu menahan air mata saat mengungkapkan rasa lega dan harapan baru menjelang masa pensiunnya yang tinggal delapan bulan.
“Saya hampir menyesal jika tidak bertemu dengan Bapak Kajati Sulsel sebelum ke Jakarta bertemu DPR RI. Terima kasih atas dukungan dan empati Bapak terhadap kami. Langkah ini membuat saya kembali punya semangat untuk memperjuangkan hak saya sebagai guru,” kata Abdul Muis dengan suara bergetar.
Kasus ini bermula ketika Rasnal dan Abdul Muis, dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, terjerat perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) karena memungut dana Rp20 ribu dari orang tua siswa.
Dana itu disebutkan digunakan untuk membantu membayar gaji 10 guru honorer yang tidak mendapatkan insentif pemerintah.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar sempat membebaskan keduanya pada 15 Desember 2022.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi, dan Mahkamah Agung akhirnya membatalkan putusan bebas tersebut. Dalam Putusan MA Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 dan Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023, keduanya dijatuhi hukuman satu tahun penjara.
Putusan inilah yang kemudian menjadi dasar hukum bagi Gubernur Sulsel untuk menerbitkan SK PTDH terhadap dua guru.
Namun, dengan adanya rencana pengajuan PK yang difasilitasi Kejati Sulsel, ada harapan baru bagi keduanya untuk memperoleh keadilan substantif.
Kajati Sulsel menegaskan bahwa, Kejaksaan akan tetap berada di posisi netral namun berpihak pada kebenaran dan kemanusiaan.
“Kami ingin memastikan hukum hadir untuk memberikan keadilan, bukan sekadar hukuman. Jika PK nanti menguatkan bukti-bukti baru, maka langkah ini akan menjadi contoh bahwa hukum bisa berjalan dengan hati nurani,” pungkasnya.
Langkah cepat Kejati Sulsel ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk pemerhati pendidikan dan aktivis guru di Sulawesi Selatan.
Mereka menilai sikap Kejati menjadi angin segar bagi dunia pendidikan, bahwa masih ada ruang bagi guru untuk mendapatkan keadilan ketika niat baik mereka disalahpahami oleh sistem.
Penulis : Yustus
Editor : Kingzhie



























