Dnid.co.id, Makassar – setelah berakhir HGU PT London Sumatra (LONSUM) tanggal 31 Desember 2023 lalu , Lonsum menunjukkan sikap tidak kooperatif,tidak memiliki itikad baik untuk meninggalkan wilayah tanah adat kajang yang kurang lebih 105 tahun mengambil manfaat di tanah adat kajang.
Masyarakat adat kajang yang merasa haknya dirampas oleh pihak PT Lonsum, kini telah melakukan perkemahan untuk menduduki lahan tanah adat kajang kabupaten Bulukumba, kamis (29/08/2024).
Kuasa hukum masyarakat adat kajang Dr. Muhammad Nur, SH. MH menjelaskan setelah proses panjang berkirim surat, melakukan somasi kepada PT lonsum dan meminta pemerintah daerah untuk menjadi jembatan atas sengketa masyarakat adat dengan Lonsum dan terakhir adalah adanya RDP sampai tiga kali satu kali di hadiri Lonsum dan 2 kali Lonsum terus menerus mangkir.
“Ada kemungkinan pihak PT Lonsum merasa kalau dia memang menjalankan bisnis ilegal di tanah adat kajang karena sudah tidak memiliki legal standing dan HGU,”jelas Muhammad Nur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan,tertanggal 15 agustus 2024 lalu, setelah RDP ketiga selesai dilakukan,di kantor DPRD Bulukumba, yang dihadiri oleh SEKDA kabupaten bulukumba, ketua DPRD kabupaten bulukum, kabag hukum yang di pimpin langsung oleh Komisi B DPRD provinsi sulawesi selatan yang melahirkan risalah salah satu poinya adalah menyatakan dasar hukum lonsum tidak bisa lagi melakukan operasi di wilayah tanah adat karena HGU Lonsum telah berakhir sejak tanggal 31 Desember 2023 lalu,
“Dengan demikian tidak ada lagi alasan Lonsum melakukan operasi di wilayah tanah adat kajang,” sambungnya.
Lanjut Nur menambahkan, Dengan adanya penguasaan di wilayah tanah adat adalah bentuk protes terhadap pemerintah daerah yang tidak pernah merespon upaya masyarakat adat untuk menguasai tanah mereka berdasarkan PERDA NO. 9 TAHUN 2015 dan dalam waktu dekat masyarakat adat akan melakukan penguasaan tanah adat sesuai hasil verifikasi yang sampai saat ini PT lonsum melakukan penguasaan secara paksa di objek tanah adat kajang di wilayah adat.
“Pemda sepertinya tutup mata dengan persoalan tanah adat bahkan ada indikasi melakukan pembiaran PT lonsum secara ilegal tetap beroperasi ini memancing kemarahan masyarakat adat terhadap pemda dan DPRD terutama kepada BPN yang di duga kuat ada kongkalikong dengan pihak Lonsum padahal sudah jelas dasar hukum saat ini adalah perda No. 9 tahun 2015 yang tidak hanya mengatur masalah hubungan internal masyarakat adat tapi juga mengatur tentang wilayah tanah adat dan penguasaan tanah adat baik secara internal muapun secara eksternal sehingga harusnya semua pihak tunduk terhadap peraturan daerah sebagai prodak hukum,”terang Nur
Nur berharap pihak kepolisian bersikap netral untuk tidak melakukan intimidasi dan menakut nakuti masyarakat adat dalam melakukan penguasaan.
“Sekali kali berdiri di belakang rakyat bukan di depan lonsum menegakkan hukum dengan cara tidak melanggar hukum adalah sikap profesional dan terhormat semua ada ranahnya,”tutupnya.
Editor : Redaksi Sulawesi selatan
Sumber Berita : Rilis




























