Makassar,DNID.co.id— Pada dasarnya mahaiswa dalam masyarakat menempati dua peran penting yaitu sebagai bagian dari generasi muda yang melanjutkan dan mengisi Pembangunan bangsa dan sebagai bagian dari kaum intelektual. Abdul Halim Sani dalam bukunya yang berjudul Manifesto Gerakan Intelektual Profetik menerangkan bahwa “Seorang cendekiawan merupakan penafsiran jalan hidup”, sebagaimana ketahui Bersama, intelektual merujuk pada siapa yang memiliki wawasan yang luas terhadap segala bentuk aspek permasalahan di Pendidikan formal atau non formal dalam lingkup sosial. Sebagai bentuk makhluk yang berakal selalu memiliki transisi untuk bertransformasi dari zaman ke zaman agar mampu bertumbuh pada nilai secara ideal sesuai dengan perkembangan zaman.
Patut untuk dicatat bahwa Intelektual ialah seorang yang menggunakan kecerdasannya untuk selalu mengembangkan sebuah gagasan yang menjawab persoalan tentang berbagai permasalahan secara universal, dan mereka berupaya mengasah dirinya untuk mampu memenuhi nilai-nilai kebutuhan zaman. Dalam hal ini, kaum intelektual harus secara structural dan kultural menginterupsi situasi di balik hegemoni yang menindas dalam skala nasional dan global.
Dalam konteks IMM hari ini, manifestasi profetik perlu diterjemahkan dalam bentuk praksis gerakan yang menjawab realitas zaman. Maka perlu ada gerakan transformasi IMM ke dalam lima agenda utama yang sejalan dengan tiga pilar ilmu sosial profetik: humanisasi, liberasi, dan transendensi.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
1. Revitalisasi Spiritualitas dan Kesadaran Ideologis (Transendensi)
Gerakan spiritualitas selalu berakar pada hubungan vertikal yang kokoh kepada Allah Swt. IMM seharusnya menjadikan rumah spiritual yang membentuk kader dengan integritas tauhid yang kuat. Melalui penguatan kajian keislaman dan Ideologi serta internalisasi nilai-nilai Islam berkemajuan, IMM dapat melahirkan kader yang tidak hanya patuh terhadap Gerakan spiritual saja, tetapi juga mampu bergerak dalam bidang kemanusiaan. Hal ini mampu dikategorikan sebagai kader yang Ilmu Amaliah, Amal Ilmiah.
Hal ini juga perlu disadari setiap kader Muhammadiyah terkhususnya kader IMM itu sendiri. Melihat dengan problematika kehidupan yang disibukkan dengan kegiatan Gerakan tangan yang focus pada menonton berbagai kehidupan yang tersebar melalui media sosial. Ini mampu melumpuhkan Gerakan IMM yang berfokus pada kehidupan spiritual yang diperkuat melalui ideologi Muhammadiyah.
2. Pengembangan Kaderisasi sebagai Gerakan Pencerahan (Humanisasi)
Dalam konteks IMM kaderisasi berarti mengangkat potensi mahasiswa melalui pendidikan dan pemberdayaan yang mampu mencerahkan dalam bidang tripotensi IMM. IMM perlu mengembangkan sistem kaderisasi yang membebaskan kader dari belenggu kejumudan—mengajarkan berpikir kritis yang mampu menjawab problematika zaman, memiliki jiwa kepemimpinan etis, dan keterampilan strategis untuk membangun organisasi lebih kedepannya. Kaderisasi tidak hanya menghasilkan loyalis organisasi, tetapi juga pelopor perubahan yang sadar peran di masyarakat.
3. Aktualisasi Peran Sosial dan Advokasi Isu Rakyat (Liberasi)
Sebagaimana para nabi Muhammad saw. berdiri di barisan paling depan membela kaum tertindas pada zaman, IMM harus menjadi pelopor gerakan yang membebaskan. Ini berarti terlibat aktif dalam menyuarakan keadilan sosial, memperjuangkan hak-hak mahasiswa dan masyarakat kecil, serta mengadvokasi kebijakan yang tidak berpihak. IMM bukan hanya ruang diskusi, tetapi juga ruang aksi—gerakan yang turun ke lapangan, hadir di tengah umat.
Kader IMM perlu memikirkan Gerakan sebagai peran sosial dan advokasi Isu tidak hanya melalui demonstrasi dijalan. Tapi mampu juga menggerakkan melalu media sosial, sebagai bentuk memperluas suatu gagasan yang ingin disampaikan kepada seluruh khalayak Masyarakat. Mampu memahami situasi dan kondisi yang mampu memperluas jangkauan, sehingga Masyarakat merasa aspirasi suaranya disampaikan oleh Tindakan mahasiswa yang bersifat positif.
4. Transformasi Digital sebagai Dakwah Kenabian Kontekstual
Tidak dipungkiri, di era digital suatu medan baru dakwah profetik. IMM perlu mengembangkan media digital yang mencerdaskan, mencerahkan, dan menyatukan. Tidak sekadar menjadi pengguna, IMM harus menjadi produsen narasi kebaikan—dakwah yang menyentuh pikiran dan hati generasi muda. Digitalisasi juga harus masuk ke sistem tata kelola organisasi agar lebih transparan, efisien, dan partisipatif.
Kemampuan kader dalam mengelolah sebuah media digital adalah hal positif bagi Masyarakat. Tidak hanya berperan sebagai penonton tapi mampu berperan penting sebagai tokoh utama pada Gerakan dakwah yang menggerakkan setiap sudut pada media digital yang ada pada saat ini.
5. Profesionalisme Organisasi dan Kemandirian Ekonmi Ikatan (Humanisasi)
IMM harus selalu berdiri di atas kemandirian. IMM tidak boleh tergantung pada kekuasaan atau donatur yang mengikat. Maka, IMM harus mendorong lahirnya unit usaha kader yang beretika dan berdampak pada mahasiswa, sembari membangun organisasi yang profesional dalam manajemen, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban publik. Kemandirian bukan sekadar finansial, tetapi juga keberanian bersikap dan menentukan arah gerak sendiri.
Gerakan profetik bukan utopia. Ia adalah panggilan sejarah yang dapat diwujudkan dengan kerja kolektif, kesadaran ideologis, dan komitmen pada nilai Ikatan. IMM hari ini membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cakap mengelola struktur, tetapi juga mampu menyalakan semangat kenabian dalam setiap kader—membentuk insan-insan yang berpikir untuk umat, berjuang untuk keadilan, dan tetap teguh di jalan Tuhan. Maka, IMM bukan hanya organisasi, tetapi jalan profetik untuk menunaikan tugas suci amar ma’ruf, nahi munkar, dan tu’minuna billah.
(Lisana Sidqin Aliyan Calon Ketua Umum) .
Penulis : Lisana
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan