Tanggamus, DNID MEDIALAMPUNG – Dugaan pelanggaran dalam penjualan pupuk subsidi kembali mencuat di Kabupaten Tanggamus. Ketua Tani Merdeka Indonesia (TMI) DPD Tanggamus, Isralludin, melaporkan adanya indikasi praktik penjualan pupuk subsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh sejumlah kios di wilayah Kecamatan Talangpadang. Laporan ini sontak mendapat tanggapan serius dari kalangan praktisi hukum.
Dua tokoh hukum, Ahmad Bajuri, S.H., yang menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Kota Agung, dan Diyana Septiawati, S.H., Advokat dari Kantor Hukum Ruang Keadilan Rakyat, memberikan pernyataan resmi pada Sabtu (7/6/2025), menyikapi kasus tersebut.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keduanya menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap dugaan praktik melanggar hukum yang berpotensi merugikan para petani. Mereka menegaskan bahwa pupuk bersubsidi adalah bentuk intervensi negara dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional. Karena itu, distribusinya diatur ketat dan penggunaannya ditujukan khusus untuk petani dengan harga terjangkau melalui HET yang telah ditetapkan pemerintah.
“Jika pupuk subsidi diperjualbelikan di atas HET, ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,” ujar Ahmad Bajuri.
Dalam pandangan hukum mereka, pelanggaran ini mengacu pada ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam UU tersebut dapat dikenakan pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
Tak hanya itu, mereka juga mengingatkan bahwa jika praktik tersebut disertai dengan unsur penipuan, penyalahgunaan wewenang distribusi, atau bahkan penggelapan komoditas bersubsidi, maka dapat dijerat pula dengan Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan.
“Ketika kepentingan rakyat kecil dirugikan, khususnya para petani yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan, maka negara harus hadir. Jika negara abai, maka kami sebagai bagian dari profesi hukum terpanggil untuk membantu,” kata Diyana Septiawati.
Baik Ahmad Bajuri maupun Diyana menyatakan kesiapan mereka untuk memberikan pendampingan hukum secara cuma-cuma (pro bono) kepada petani yang menjadi korban dari praktik curang tersebut. Mereka juga meminta pihak-pihak berwenang, termasuk Dinas Pertanian Kabupaten Tanggamus, Kejaksaan, serta Kepolisian, untuk segera menindaklanjuti laporan dengan langkah hukum yang tegas dan terukur.
Lebih lanjut, mereka mendesak pemerintah daerah melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh jalur distribusi pupuk subsidi, serta mencabut izin usaha kios yang terbukti melakukan pelanggaran. Tujuannya agar distribusi pupuk subsidi ke depan bisa berlangsung secara adil, transparan, dan akuntabel.
Kantor Hukum Ruang Keadilan Rakyat menegaskan bahwa mereka akan terus berpihak kepada kelompok masyarakat kecil yang seringkali menjadi korban sistem yang timpang.
“Keadilan bukan milik segelintir orang, tetapi hak setiap warga negara. Dalam kasus ini, petani sebagai subjek vital pembangunan pertanian harus mendapatkan perlindungan yang sepadan,” tegas mereka dalam pernyataan tertulis.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah daerah maupun otoritas hukum terkait laporan ini. Namun, desakan dari publik dan elemen masyarakat sipil untuk segera menuntaskan permasalahan ini terus menguat.
Jika dugaan ini terbukti, maka kasus ini akan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum subsidi pertanian di daerah. Lebih dari itu, ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk memperbaiki tata kelola distribusi pupuk, demi keberlanjutan pertanian dan kesejahteraan petani. (MT)
Penulis : MT
Editor : RA
Sumber Berita : Tim