Makassar, dnid.co.id — Pemilihan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (FH UMI) menuai sorotan dari sejumlah mahasiswa. Proses demokrasi internal tersebut dinilai tidak transparan dan terindikasi sarat intervensi birokrasi, Sabtu (04/10/2025).
Dalam dinamika pemilihan, muncul dugaan keterlibatan langsung pimpinan fakultas sebagai penentu hasil akhir tanpa kejelasan indikator yang digunakan. Kontroversi semakin mencuat ketika hasil suara dua kandidat dinyatakan imbang. Alih-alih melibatkan suara delegasi independen atau non–study club, keputusan akhir justru ditentukan oleh pimpinan fakultas.
“Kenapa suara penentu tidak diambil dari kalangan independen atau non partai? Bukankah itu justru akan lebih netral?” ujar salah seorang mahasiswa yang enggan disebutkan namanya.

Diketahui, terdapat delapan study club yang masing-masing mengutus satu delegasi dalam pemilihan. Namun, peran mereka dinilai tidak signifikan dalam penentuan hasil akhir. Kondisi ini memunculkan asumsi bahwa Ketua BEM terpilih lebih merepresentasikan kepentingan birokrasi dibanding murni suara mahasiswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejumlah mahasiswa juga menyoroti kesiapan panitia dan sistem pemilihan yang dianggap belum matang. Dugaan intervensi atau cawe-cawe birokrasi pun menguat, meski belum ada bukti konkret terkait pelanggaran administratif maupun etika.
Dalam pernyataan sikapnya, Muh. Aswar, salah satu aktivis FH UMI, menegaskan perlunya klarifikasi dari pihak fakultas. Ia mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemilihan BEM agar lebih demokratis dan transparan.
“Untuk keadilan, kami hadir. Ini bukan sekadar soal siapa yang menang, tapi tentang bagaimana demokrasi dijalankan,” tegasnya.
Kami telah mengonfirmasi hal ini kepada Wakil Dekan III FH UMI, Muhammad Ya’rif Arifin, S.H.,M.H. Namun, hingga berita ini diterbitkan permintaan konfirmasi kami belum ditanggapi olehnya.
Penulis : Dito
Editor : Admin