BONE, Dnid.co.id – Malam itu Sabtu (18/10/2025), langit Watampone tampak cerah. Di halaman The Palm Tree yang disulap menjadi arena perayaan, deretan lampu gantung berwarna kuning temaram berayun pelan diterpa angin. Musik akustik mengalun lembut, menyatu dengan tawa dan obrolan hangat para tamu.
Di tengah suasana penuh nostalgia itu, berdirilah spanduk besar bertuliskan: “27th Anniversary Jazuka Solidarity – Dari Jalan Sukawati untuk Bone.”
Tamu-tamu berdatangan sejak sore, sebagian mengenakan kaos hitam bertuliskan Jazuka Solidarity, sebagian lain tampil rapi dengan batik atau kemeja komunitas. Aroma kopi hitam dan gorengan dari sudut tenda menambah kesan akrab khas kumpul sahabat lama.


Tak sedikit yang datang membawa keluarga, memperkenalkan anak-anak mereka kepada generasi pendiri Jazuka — seolah mewariskan cerita dari masa ke masa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Panitia, Beny Valentino, naik ke atas panggung sederhana yang dihiasi balon merah putih dan logo besar bertuliskan “27 Years of Brotherhood”. Dengan suara bergetar, ia membuka acara:
“Pada kesempatan penuh berkah ini, mari kita bersama memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan kasih sayang-Nya, kita semua masih diberi kesehatan untuk merayakan ulang tahun ke-27 Jazuka Solidarity.” Ucapnya.
Sorak tepuk tangan bergema, diiringi teriakan khas anggota lama, “Hidup Jazuka! Solidarity forever!” Beny tersenyum, lalu melanjutkan dengan nada yang sarat makna.

“Hari ini bukan sekadar ulang tahun. Ini adalah perjalanan. Dari langkah kecil yang dulu dianggap sederhana, kini Jazuka Solidarity menjadi rumah besar bagi kita semua.” Paparnya
Dalam sesi nostalgia, Bang Enal, salah satu pendiri Jazuka, tampil ke depan. Dengan gaya santai khasnya, ia menceritakan bagaimana komunitas ini lahir dari hal yang sangat sederhana. Kecintaan pada musik dan kebersamaan.
“Dulu sebelum 1998, nama kita masih Maker. Kami suka dengar radio, kirim request lagu. Tempat nongkrongnya ya di Jalan Sukawati. Suatu sore sambil main domino, tiba-tiba saya kepikiran, kenapa nggak kita namai Jazuka, singkatan dari Jalan Sukawati. Dari situlah semuanya bermula.” jelasnya
Sorakan nostalgia pun pecah. Beberapa tertawa mengingat masa itu, saat mereka duduk di emperan toko, menunggu lagu favorit diputarkan oleh penyiar radio lokal.

Kini, 27 tahun berlalu, “nongkrongan” itu menjelma jadi komunitas yang dikenal luas di Bone dengan kegiatan sosial, bakti kemanusiaan, hingga acara tahunan berskala besar.
Di antara tenda-tenda kecil, terpajang foto-foto lama: potret para anggota muda dengan rambut gondrong, pose lucu di depan radio, hingga potret ulang tahun pertama di Gedung PGRI Bone. Beberapa pengunjung tampak berhenti lama di depan pajangan itu, tersenyum haru mengenang masa lalu.
Menjelang malam, suasana berubah menjadi khidmat. Lilin-lilin kecil dibagikan ke setiap anggota. Lampu utama dimatikan, dan panggung hanya diterangi cahaya lembut dari ratusan lilin yang menyala serentak. Beny kembali naik ke panggung.
“Malam ini, mari kita kirimkan doa terbaik untuk saudara-saudara kita yang telah berpulang. Mereka bagian dari perjalanan ini. Mereka yang membuat Jazuka menjadi seperti sekarang.” Sebut Beni.
Suara doa bergema pelan. Beberapa mata tampak basah, namun penuh ketenangan. Di layar proyektor terpampang wajah-wajah anggota yang telah tiada disambut tepuk tangan panjang dan pelukan sesama anggota.

Setelah doa bersama, momen bahagia kembali mengalir. Tumpeng besar berwarna kuning cerah dibawa ke tengah panggung. Bang Enal dan Beny bersama beberapa anggota senior melakukan potong tumpeng sebagai simbol rasa syukur.
Lagu “Selamat Ulang Tahun” menggema, dinyanyikan bersama oleh semua yang hadir.
Tak lama kemudian, suasana berubah riuh dengan penampilan musik akustik lokal. Lagu-lagu nostalgia seperti Koes Plus – Andaikan Kau Datang Kembali dan Sheila on 7 – Kita membuat suasana semakin hangat. Banyak yang bernyanyi sambil tersenyum — seolah kembali ke masa muda.
“Setiap nada malam ini bukan hanya musik, tapi kenangan,” ujar salah satu anggota Akrab dipanggil Wiewien sambil tertawa kecil.
Menutup acara, Beny menyampaikan harapan agar Jazuka Solidarity terus menjadi wadah kebersamaan lintas generasi.
“Semoga Jazuka semakin solid, semakin dewasa, dan terus memberi energi positif bagi semua yang terlibat di dalamnya. Kita tidak sekadar komunitas, tapi keluarga besar yang akan selalu ada satu sama lain.” Pungkasnya
Sorakan “Solidarity!” menggema serempak, menutup malam penuh kenangan itu. Langit Bone menjadi saksi. Dari obrolan sederhana di Jalan Sukawati tahun 1998, kini Jazuka Solidarity berdiri sebagai simbol persaudaraan, loyalitas, dan ketulusan yang tak lekang oleh waktu.
Penulis : Ricky
Sumber Berita : Jurnalis Dnid.co.id