DNID, SULAWESI SELATAN – Menyikapi keterlibatan kita pada kontestasi politik yang sedang berproses menuju kulminasi tanggal 14 Februari 2024, umat Katolik dapat merujuk pada hasil sidang KWI dan dijadikan pedoman untuk membantu menentukan pilihan secarul LUBER dan JURDIL dengan mengacu pada warisan agung prinsip politik gereja Katolik ” In Principiis Unitas = Dalam Hal Prinsip Kita Harus Satu.
Sementara soal DPD, dan caleg, secara subyektif sesuai alasan masing-masing dan strategi target politik berdasarkan potensi keberhasilan didapil yang tentunya secara geopolitik masing-masing memiliki karakteristik tersendiri terkait tantangan dan peluangnya.
Yang punya potensi kuat dan menunjukkan kerja maksimal politik serta eksistensi partai dalam raihan PT untuk DPR RI lebih rasional didukung.
” Disini, pada kontestasi politik pileg ini, kita bisa tertuntun dan berpedoman prinsip politik agung yang lain yakni, ‘In Dubiis Libertas- Dalam hal-hal terbuka, kita bebas menentukan pilihan,” ucapnya pada media ini via whatsapp, Senin
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penting untuk diingat bersama bahwa perilaku politik yang bijak, menuntut kita menghindari dan jangan menjadi personal atau secara komunal menjadi pemilih yang bersikap ambiguitas pada politik.
awal kita kuat ikut menyoal dan menuntut perlunya tentang prosedur hukum, etc, keputusan MK, tentang formasi debat, tentang hal yang harus sesuai aturan formal pilpres dan pileg tetapi pada sisi akhir, ternyata tidak lebih sebagai makelar, pedagang, pemburu logistik murahan, vote getters bayaran yang secara sadar dan sengaja, terbeli atau tergadai hak politiknya secara transaksional, bertindak praktis pragmatis hanya karena uang, barang, janji atau yang lainnya.
“Tunjukkan jika kita pantas disematkan sebagai persona yang mempunyai integritas politik yang kuat, selaras sikap dan tindakan politik,” tegasnya.
Tunjukkan jika kita masing-masing memiliki visi dan spritualitas politik umat Katolik yang 1. Inklusif – Non Dsikriminatif, 2. Preferential – Option to The Poor, 3. Penghormatan HAM, 4.Solidaritas- Subsidiaritas dan 5. Bonum Publicum – Bonum Commune.
“Tunjukkan jika diri kita, adalah pantas dan layak berada ditempat dimana politik di-dialektika-kan secara bebas, bermartabat dan penting serta akademik sebagai representatif personal politik yang taat asas dan menghargai esensi demokrasi itu sendiri, yang puncaknya bisa selalu berani dan lantang menggemakan tekad 100% Indonesia – 100 % Katolik, mempekik-kan ‘ Pro Ecclesia et Patria!’, disetiap momentum kegiatan internal,” harap Viani yang juga advokat dan Sekretaris Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupang Agung Makassar (KAMS).
Berlawanan dengan itu, kita hanya merupakan sampah politik, yang setara dengan politikus brutus yang menyebarkan aroma busuk diruang proses membangun demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara lebih agung dan bermartabat.
Pewarta: Yustus




























