Breaking News

Radio Player

Loading...

Energi yang Tak Pernah Tidur: Bagaimana Nuklir Bisa Menopang Ekonomi Indonesia 24 Jam Sehari

Senin, 17 November 2025

URL berhasil dicopy

URL berhasil dicopy

Penulis: Anastasya Dwi Mulia.

Mahasiswa Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Bangka Belitung. 

 

ads

Bangka Belitung – Di dunia yang semakin sibuk, energi telah menjadi denyut nadi peradaban. Dari pabrik yang bekerja tanpa henti hingga jaringan data digital yang tak pernah tidur, semua bergantung pada listrik yang stabil dan aman. Namun, di balik lampu kota yang menyala sepanjang malam, ada tantangan besar: bagaimana menjaga pasokan energi tetap menyala 24 jam sehari tanpa menambah emisi karbon yang menyesakkan langit?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Indonesia kini tengah mencari jawaban atas pertanyaan itu. Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah menegaskan komitmen untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama paling lambat beroperasi pada tahun 2032. Ini bukan hanya proyek energi, melainkan langkah strategis menuju kemandirian dan keberlanjutan ekonomi nasional.

Energi nuklir dikenal sebagai “energi yang tak pernah tidur” — mampu menghasilkan daya besar secara stabil, bebas emisi, dan efisien sepanjang waktu. Dalam konteks ekonomi yang ingin tumbuh 8% per tahun seperti ditargetkan dalam RPJPN 2025–2045, PLTN bukan sekadar alternatif, melainkan keharusan.

*Mengapa Indonesia Membutuhkan Energi yang Tak Pernah Tidur*

Kebutuhan energi Indonesia terus meningkat seiring bertambahnya penduduk dan industrialisasi. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa permintaan listrik nasional akan mencapai lebih dari 1.100 TWh pada 2035, hampir dua kali lipat dibandingkan 2020.

Sumber daya energi terbarukan seperti surya dan angin memang terus dikembangkan, namun keduanya memiliki sifat intermiten — hanya bekerja saat matahari bersinar atau angin berhembus. Untuk menyeimbangkan sistem kelistrikan nasional, Indonesia membutuhkan pembangkit baseload yang dapat beroperasi tanpa henti, baik siang maupun malam.

Di sinilah energi nuklir menawarkan keunggulan unik. Sebuah reaktor nuklir dapat beroperasi selama 18–24 bulan tanpa pengisian bahan bakar ulang, menghasilkan listrik secara stabil dengan kapasitas faktor di atas 90%, tertinggi dibandingkan pembangkit lain. Dengan kata lain, PLTN adalah tulang punggung energi bersih yang benar-benar siap bekerja 24 jam sehari.

Lebih dari itu, reaktor nuklir tidak bergantung pada kondisi cuaca, tidak memerlukan lahan luas, dan mampu menyediakan energi dengan jejak karbon nyaris nol. Semua keunggulan ini menjadikan nuklir pilihan rasional dalam strategi Net Zero Emission (NZE) 2060 Indonesia.
*Menyuplai Energi, Menggerakkan Ekonomi*

Energi adalah bahan bakar utama pertumbuhan ekonomi. Tanpa listrik yang stabil dan murah, pabrik berhenti, investasi melambat, dan produktivitas menurun. Karena itu, transisi menuju energi bersih tidak boleh mengorbankan kestabilan sistem energi.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% per tahun pada periode 2025–2045. Untuk mendukung target ini, dibutuhkan sistem energi yang tidak hanya hijau, tetapi juga kuat dan berdaya saing. Energi nuklir memberikan keduanya.

Menurut World Nuclear Association (2024), biaya listrik dari PLTN tetap stabil dalam jangka panjang karena sebagian besar pengeluarannya adalah investasi awal, bukan biaya bahan bakar. Setelah beroperasi, PLTN memiliki biaya variabel terendah dibandingkan gas dan batu bara. Lebih jauh, setiap 1.000 MW PLTN dapat mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 1% PDB melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas industri, dan transfer teknologi tinggi.

Dengan demikian, energi nuklir tidak hanya menyalakan lampu, tetapi juga mesin-mesin ekonomi — dari pabrik baja hingga pelabuhan, dari server digital hingga kota-kota cerdas yang akan tumbuh di era Indonesia Emas.
*Keunggulan Nuklir Dibandingkan Energi Lain*

Keunggulan utama energi nuklir adalah efisiensi dan keandalan. Satu gram uranium mampu menghasilkan energi setara dengan tiga ton batu bara, menjadikannya bahan bakar dengan kepadatan energi tertinggi di dunia. Dalam konteks logistik dan ketahanan pasokan, ini berarti volume kecil, daya besar, dan masa simpan panjang.

Dari sisi lingkungan, PLTN hampir tidak menghasilkan emisi karbon, nitrogen oksida, atau sulfur dioksida. Bahkan, menurut IAEA (2023), satu PLTN berkapasitas 1.000 MW mampu menghindarkan 8 juta ton CO₂ per tahun, setara dengan efek penanaman 130 juta pohon.

Selain itu, jejak lahan PLTN sangat kecil — hanya sekitar 1 km² untuk daya setara 1.000 MW. Bandingkan dengan pembangkit surya yang membutuhkan hingga 50 kali lipat lahan untuk daya serupa. Dalam konteks Indonesia yang memiliki keterbatasan lahan produktif, efisiensi ruang ini menjadi nilai tambah yang besar.

Namun keunggulan terpenting adalah kontinuitas daya. PLTN tidak berhenti bekerja ketika malam tiba atau saat musim hujan datang. Ia beroperasi tanpa tidur, menopang jaringan listrik nasional dengan kestabilan tinggi yang sangat dibutuhkan sistem modern.
*Dampak Berganda: Lapangan Kerja dan Riset Teknologi*

Setiap proyek PLTN membawa dampak ekonomi yang luas. Pembangunan satu unit reaktor memerlukan ribuan tenaga kerja lintas bidang — mulai dari insinyur sipil, teknisi listrik, ilmuwan nuklir, hingga tenaga keamanan dan operator sistem.

Studi World Nuclear Association (2024) memperkirakan satu PLTN berkapasitas 1.000 MW dapat menciptakan 7.000 lapangan kerja langsung selama masa konstruksi dan lebih dari 600 pekerjaan tetap saat beroperasi. Industri pendukung seperti manufaktur komponen, logistik, transportasi, dan riset juga akan tumbuh pesat.

Lebih jauh, penguasaan teknologi nuklir akan mendorong transfer ilmu pengetahuan dan penguatan kapasitas riset nasional. Melalui kolaborasi antara BRIN, BAPETEN, dan universitas-universitas teknik, Indonesia dapat melahirkan generasi baru ilmuwan dan insinyur reaktor. Efek jangka panjangnya bukan hanya pada sektor energi, tetapi juga teknologi medis, pertanian, dan industri isotop yang bernilai ekonomi tinggi.

Dengan kata lain, energi nuklir menumbuhkan bukan hanya daya listrik, tetapi juga daya pikir bangsa.
*Tantangan: Regulasi dan Penerimaan Publik*

Meski potensinya besar, jalan menuju era nuklir Indonesia tidak sepenuhnya mulus. Ada dua tantangan utama yang harus ditangani dengan serius: regulasi nasional dan penerimaan publik.

Dari sisi regulasi, pemerintah perlu segera menuntaskan pembentukan National Energy Program Implementing Organization (NEPIO) — lembaga koordinatif lintas kementerian yang direkomendasikan oleh IAEA untuk mengelola program nuklir nasional. NEPIO akan berperan sebagai simpul koordinasi antara Kementerian ESDM, BAPETEN, BRIN, PLN, dan lembaga keuangan, memastikan seluruh proses — dari studi kelayakan hingga pembangunan — berjalan sinkron.

Sementara itu, dari sisi sosial, kepercayaan publik menjadi faktor penentu. Survei BRIN (2024) menunjukkan bahwa 60% masyarakat Indonesia kini mendukung penggunaan energi nuklir, tetapi sebagian masih ragu soal keselamatan dan limbah radioaktif. Padahal, PLTN modern dilengkapi sistem keselamatan pasif, mampu menghentikan reaksi fisi secara otomatis tanpa intervensi manusia jika terjadi anomali.

Untuk membangun kepercayaan itu, pemerintah perlu memperluas edukasi publik berbasis sains, termasuk membuka akses informasi, memperkenalkan teknologi Small Modular Reactor (SMR), dan mengundang masyarakat untuk melihat langsung fasilitas riset seperti Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy di Serpong. Transparansi adalah kunci agar masyarakat memahami bahwa energi nuklir bukan ancaman, melainkan peluang.

*Teknologi Baru: Small Modular Reactor (SMR)*

Di era modern, teknologi PLTN tidak lagi identik dengan reaktor raksasa yang mahal dan rumit. Dunia kini bergerak ke arah Small Modular Reactor (SMR) — reaktor berkapasitas kecil (50–300 MW) yang bisa dibangun secara modular, cepat, dan efisien.

SMR memiliki keunggulan keselamatan tinggi karena menggunakan sistem pendingin alami dan desain reaktor tertutup. Teknologi ini sangat cocok untuk wilayah kepulauan seperti Indonesia, karena dapat ditempatkan dekat dengan pusat beban listrik tanpa memerlukan jaringan transmisi panjang.

Salah satu proyek percontohan yang sedang dikembangkan adalah Thorcon Power Indonesia di Pulau Bangka. Reaktor lelehan garam (molten salt reactor) yang digunakan memiliki fitur keselamatan pasif dan potensi efisiensi termal tinggi. Jika berhasil, Indonesia akan menjadi pelopor penerapan SMR di Asia Tenggara.

Dengan SMR, konsep energi yang tak pernah tidur bisa benar-benar diwujudkan di berbagai pulau besar Indonesia, bukan hanya di Jawa atau Sumatera.

*Menatap 2032: Dari Rencana ke Realisasi*

Semua arah kebijakan sudah selaras: RUPTL 2025–2035 menyiapkan peta jalan PLTN, RPJPN 2025–2045 menekankan kemandirian energi, dan RUKN 2025–2060 mengafirmasi peran nuklir sebagai sumber energi strategis pasca-2030. Namun, tanpa langkah konkret, semua visi ini akan tetap menjadi wacana.

Tahun 2032 menjadi titik penting — bukan sekadar angka, melainkan janji sejarah: tahun ketika Indonesia akan menyalakan listrik dari atom pertama kalinya. Jika proyek ini berhasil, Indonesia akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengoperasikan PLTN komersial.

Kehadiran energi nuklir akan menandai pergeseran paradigma besar: dari negara pengimpor energi menuju negara berdaulat energi. PLTN akan menjadi simbol keberanian Indonesia menggabungkan sains, kebijakan, dan tanggung jawab lingkungan dalam satu visi besar menuju ekonomi hijau berkelanjutan.

Energi nuklir adalah energi yang tak pernah tidur — tenang, efisien, dan bekerja tanpa lelah untuk menopang kehidupan modern. Dalam konteks Indonesia, nuklir bukan hanya sumber listrik, tetapi pondasi ekonomi masa depan.

Dengan dukungan regulasi yang kuat, pembentukan NEPIO, dan penerimaan publik yang terus meningkat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadikan energi nuklir sebagai penjaga stabilitas dan motor pertumbuhan ekonomi hijau.

Ketika reaktor pertama menyala pada 2032, bukan hanya listrik yang mengalir, tetapi juga cahaya harapan baru bagi bangsa ini — harapan bahwa sains, kebijakan, dan keberanian dapat bersatu untuk menyalakan masa depan Indonesia yang bersih, mandiri, dan berkelanjutan.

Berita Terkait

BLT-DD Tahap 3 dan 4 Tahun 2025 Disalurkan Kepada 8 KPM di Pekon Banjar Agung
SIRKULASI ALAMI SEBAGAI MEKANISME KESELAMATAN PASIF REAKTOR NUKLIR
Warga Pekon Batu Tegi Gelar Gotong Royong, Bangun Cungkup di TPU Totomargo
Gelaran Porkab Tanggamus 2025: Tiga Atlet Cilik Meramaikan Cabor Menembak
Pekon Way Harong Kecamatan Air Naningan Bagikan BLT-DD Sesuai Ketentuan
Bendahara Mengaku Tak Difungsikan, Dana Desa Sampang Turus Diduga Tak Transparan
Media Sosial dan Krisis Nilai : Tantangan Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam
Selamat Hari Pahlawan, Mengenang Sejarah Perlawanan Rakyat Wotu Dalam  Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 17 November 2025 - 17:40 WITA

BLT-DD Tahap 3 dan 4 Tahun 2025 Disalurkan Kepada 8 KPM di Pekon Banjar Agung

Senin, 17 November 2025 - 14:33 WITA

Energi yang Tak Pernah Tidur: Bagaimana Nuklir Bisa Menopang Ekonomi Indonesia 24 Jam Sehari

Senin, 17 November 2025 - 14:29 WITA

SIRKULASI ALAMI SEBAGAI MEKANISME KESELAMATAN PASIF REAKTOR NUKLIR

Minggu, 16 November 2025 - 18:26 WITA

Warga Pekon Batu Tegi Gelar Gotong Royong, Bangun Cungkup di TPU Totomargo

Minggu, 16 November 2025 - 15:26 WITA

Gelaran Porkab Tanggamus 2025: Tiga Atlet Cilik Meramaikan Cabor Menembak

Kamis, 13 November 2025 - 15:37 WITA

Pekon Way Harong Kecamatan Air Naningan Bagikan BLT-DD Sesuai Ketentuan

Rabu, 12 November 2025 - 15:41 WITA

Bendahara Mengaku Tak Difungsikan, Dana Desa Sampang Turus Diduga Tak Transparan

Selasa, 11 November 2025 - 22:53 WITA

Media Sosial dan Krisis Nilai : Tantangan Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam

Berita Terbaru

Kriminal Hukum

Massif, Dirbinmas Polda Sulsel Sosialisasi Abbulo Sibatang Di Radio Venus

Senin, 17 Nov 2025 - 14:40 WITA