Pilgub di Bangka Belitung di tahun 2024 kali ini tentu sangat menarik untuk disimak, karena dengan melihat kontekstasi di pilpres kemarin sebagai basis untuk memetakan kondisi politik menjelang pilkada serentak dalam hal pilgub di Bangka Belitung. Di pilpres ada tiga koalisi yang terbentuk ; koalisi perubahan dengan komposisi partai (Nasdem, PKS, PKB), koalisi keberlanjutan dengan komposisi partai (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat), dan koalisi PDIP, Hanura dan PPP. Akankah komposisi koalisi ini akan di breakdown di Pilgub?. Dengan membaca teori politik dari David Easton dalam The political System disebutkan tidak pernah ada koalisi dan oposisi permanen dalam sebuah negara yang demokrasinya mengalami transisi. Dan politik Indonesia tak pernah mengenal “koalisi permanen” selalu berubah sesuai bargaining power dan position.
Mungkinkah komposisi koalisi secara nasional diturunkan ke jenjang politik lokal?, kalau itu yang terjadi maka pertarungan akan diwarnai sentimen politik dari pilpres, dan sedikit menyulitkan untuk mencari kandidat yang punya pengalaman berkontekstasi. Terkhusus di bangka Belitung komposisi koalisi nasional sepertinya sulit terjadi karena di Gerindra sendiri ada Erzaldi Rosman sebagai petahana (Gubernur periode 2017-2022) dan juga sebagai ketua DPD Gerindra Bangka Belitung. Sementara (kemungkinan) yang akan menjadi rivalitasnya adalah Hidayat Arsani (mantan Wakil Gubernur Bangka Belitung periode 2014-2017) politisi Golkar Bangka Belitung. Artinya kalau kedua kandidat ini bertarung maka koalisi nasional tidak berlaku.
Halaman Berita ini : 1 2 3 4 Baca Halaman Selanjutnya
Penulis : Saifuddin (Direktur Eksekutif LKiS)