Kritisi Wacana Asas Dominus Litis Kejaksaan : Begini Pandangan Hukum Hasri,SH.MH
Enrekang, 19 Februari 2025 – Advokat Hasri, SH., MH., putra daerah Kabupaten Enrekang, dengan tegas menolak penerapan asas dominus litis dalam sistem peradilan di Indonesia. Menurutnya, asas ini memberikan kewenangan yang terlalu besar kepada penuntut umum (Jaksa), sehingga berpotensi mengancam prinsip keadilan dan independensi dalam proses hukum.
“Asas dominus litis menempatkan jaksa sebagai pengendali penuh dalam perkara pidana, mulai dari penuntutan hingga keputusan apakah suatu perkara layak untuk diajukan ke pengadilan atau tidak. Ini menciptakan ketimpangan dalam sistem hukum kita,” ujar Hasri dalam keterangannya.
Menurutnya, konsep ini bertentangan dengan beberapa undang-undang yang menjamin keseimbangan dalam proses peradilan, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa peradilan dilakukan secara independen dan tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan lain.
Jika asas dominus litis diterapkan, kejaksaan dapat memiliki kendali penuh atas jalannya perkara, yang berpotensi mengurangi independensi hakim dalam memutus perkara berdasarkan asas imparsialitas.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 50 menjamin hak tersangka untuk segera mendapatkan pemeriksaan dan keputusan yang adil.
Pasal 72 memberikan hak bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan praperadilan dalam hal sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan.
Dengan dominasi jaksa, potensi penyalahgunaan wewenang terhadap tersangka atau terdakwa dapat meningkat, yang bertentangan dengan prinsip hak asasi dalam KUHAP.
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 17 menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pasal 18 menegaskan bahwa setiap orang yang ditahan, dituntut, atau diadili berhak atas perlakuan yang adil sesuai hukum yang berlaku.
Jika jaksa memiliki kewenangan penuh dalam menentukan perkara, dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan wewenang yang dapat melanggar hak asasi para terdakwa.
Hasri juga menyoroti perlunya reformasi dalam sistem peradilan pidana, khususnya dengan membatasi peran kejaksaan dalam menentukan kelanjutan suatu perkara.
“Kita membutuhkan sistem yang lebih adil, di mana ada mekanisme pengawasan yang kuat terhadap keputusan-keputusan jaksa, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya.
Selain itu, ia mengusulkan agar sistem peradilan di Indonesia lebih terbuka terhadap mekanisme judicial review dalam tahap penuntutan, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada keputusan sepihak dari kejaksaan.
Sebagai putra daerah Enrekang yang aktif dalam advokasi hukum, Hasri berharap wacana ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi para pemangku kebijakan agar proses peradilan lebih transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan hukum yang sesungguhnya.
Penulis : 02 MR
Editor : Admin
Sumber Berita : Hasri, SH, MH