Pangkalpinang, Dnid.co.id – Suasana di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Kepulauan Bangka Belitung pada Jumat (5/9/2025) mendadak riuh. Belasan aktivis ormas dan insan pers berderap masuk, membawa setumpuk berkas, suara lantang, dan satu pesan yang sama: hentikan dugaan kriminalisasi terhadap dr. Ratna Setia Asih, Sp.A., dokter spesialis anak RSUD Depati Hamzah.
Laporan resmi mereka diterima kepolisian, menuding penetapan Ratna sebagai tersangka tunggal dalam kasus kematian seorang pasien anak, Aldo, sarat kejanggalan. Teriakan “adil untuk semua” menggema di lobi, menegaskan perlawanan moral yang kini berubah menjadi bola panas hukum.
Tudingan Kriminalisasi

Tiga figur ormas lokal memimpin desakan: Kurniadi Ramadani (Aliansi Masyarakat Cinta Babel), Indra Jaya (DPD PWOIN Pangkalpinang), dan Slamet Riyadi (DKD Transformasi Indonesia). Mereka menolak berhenti pada sekadar simpati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau berbicara kelalaian, tidak mungkin hanya satu dokter yang bertanggung jawab. Pasien ditangani banyak tenaga medis. Mengapa hanya satu yang dikorbankan? Ini bentuk diskriminasi hukum,” tegas Kurniadi.
Indra Jaya memperingatkan dampak lebih jauh. “Masyarakat bisa menilai ada kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan. Kami datang bukan untuk melawan polisi, melainkan memastikan hukum ditegakkan adil,” ujarnya.
Sementara Slamet Riyadi menegaskan, keluarga korban berhak atas kejelasan. “Jangan ada yang dijadikan kambing hitam. Kalau memang ada kelalaian, semua yang terlibat harus dibawa ke pengadilan,” katanya.
Sorotan pada UU Kesehatan
Laporan itu menyinggung langsung Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 424 dan 440. Aturan tersebut menegaskan penyidik berwenang penuh mengusut dugaan tindak pidana kesehatan, termasuk kelalaian medis yang menyebabkan kematian.
Dengan dasar itu, ormas dan pers menilai penyidikan tak boleh berhenti pada Ratna. Ada tujuh dokter lain yang disebut terlibat, mulai dari dokter umum, spesialis jantung, hingga direktur rumah sakit. Nama-nama mereka tercantum jelas dalam dokumen laporan.
Dugaan Kelalaian Sistemik
Poin-poin dugaan kelalaian dipaparkan detail:
1. Tidak adanya surat rujukan tertulis dari dokter jaga RSUD Depati Hamzah.
2. Dugaan tak adanya rujukan bertingkat dari klinik tingkat pertama.
3. Kelalaian Direktur RSUD Depati Hamzah, dr. Della Rianadita, yang dituding abai memastikan hadirnya dokter spesialis jantung.
4. Kematian pasien yang oleh keluarga dinilai “tidak wajar” dan berpotensi tindak pidana.
“Publik tahu banyak dokter terlibat. Tapi kenapa hanya satu orang yang dijadikan tumbal?” sindir Indra Jaya.
Bukti dan Saksi
Laporan diperkuat dengan bukti berlapis: tangkapan layar unggahan TikTok, pemberitaan media, surat somasi, hingga dokumen kuasa hukum. Para pelapor juga menyerahkan daftar saksi, dari mantan Kepala Dinas Kesehatan hingga Ketua IDI Pangkalpinang.
Keseriusan mereka menandai bahwa isu ini bukan sekadar polemik medis, melainkan pertarungan soal keadilan.
Beban di Polda Babel
Kini bola panas berada di tangan Polda Babel. Apakah penyidik berani membuka pemeriksaan ulang dan menyeret nama-nama lain, atau tetap menutup kasus pada Ratna semata?
Jika ruang hukum diperluas, keluarga korban bisa mendapatkan kepastian. Namun jika tidak, publik berisiko kehilangan kepercayaan pada institusi hukum.
Kasus Ratna bukan hanya soal nasib seorang dokter. Ia adalah cermin rapuhnya sistem hukum dan dunia medis di Bangka Belitung. Ujian besar bagi polisi, dan sorotan tajam bagi keadilan.
Penulis : ALE
Editor : REDAKSI DNID.CO.ID BABEL
Sumber Berita : JEJARING KBO BABEL