Gowa, dnid.co.id — Sikap Kapolsek Bontomarannu AKP Suhardi menuai sorotan tajam dalam penanganan kasus dugaan penganiayaan terhadap Muhammad Saleh (53), warga Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa.
Meski perkara tersebut telah dinyatakan lengkap atau P21 dan disebut siap memasuki tahap dua, Kapolsek memilih bungkam saat dimintai penjelasan terkait alasan tidak dilakukannya penahanan terhadap para tersangka.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon WhatsApp, Kapolsek Bontomarannu AKP Suhardi hanya memberikan pernyataan singkat.
“Sudah P21, besok tahap dua,” ujarnya, Minggu (14/12/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai alasan tidak ditahannya tersangka SK dan JL, padahal perkara ini disangkakan Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana di atas lima tahun penjara, Kapolsek tidak memberikan jawaban substansial.
“Kalau begitu besok saja ke kantor, saya lagi ada acara,” katanya, lalu langsungmenutup sambungan telepon.
Kami berulang kami menanyakan hal yang sama melalui pesan whatsapp, namun Kapolsek Bontomarannu tetap memilih untuk tidak menjawab pertanyaan kami.
Sikap enggan memberikan penjelasan tersebut menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik, khususnya bagi keluarga korban. Pasalnya, proses hukum perkara ini telah berjalan cukup lama, bahkan penetapan tersangka SK dan JL dilakukan sejak 24 September 2025 melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/43/IX/RES.1.24./2025/Unit Reskrim.
Secara hukum, penahanan dapat dilakukan apabila terpenuhi syarat objektif dan subjektif sebagaimana diatur dalam KUHAP, termasuk ancaman pidana serta potensi tersangka mengulangi perbuatan, melarikan diri, atau menghilangkan barang bukti.
Anak korban, Nawir (24), menilai tidak ditahannya para tersangka justru memicu rasa ketidakamanan bagi keluarga dan saksi. Ia mengungkapkan adanya dugaan intimidasi yang dilakukan oleh para tersangka selama proses hukum berjalan.
“Biasa lewat di depan rumah seolah-olah memancing, gas-gas motor, pandangan sinis. Saksi kami juga diintimidasi oleh SK, dikata-katai di pinggir jalan, semua bahasa binatang keluar,” ungkap Nawir.
Kondisi tersebut membuat keluarga korban merasa tidak mendapatkan perlindungan maksimal dari aparat penegak hukum, meskipun kasus telah berstatus P21.
Kasus ini tercatat dalam STTLP Nomor: STTLP/119/IX/2025/SPKT/Polsek Bontomarannu/Polres Gowa/Polda Sulsel, terkait dugaan tindak pidana pengeroyokan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP.
Perkara ini juga telah diperkuat dengan Visum et Repertum dari UPT Puskesmas Bontomarannu yang menyatakan korban mengalami luka lecet, memar, dan bengkak akibat trauma benda tumpul.
Kini, keluarga korban berharap aparat penegak hukum dapat bertindak tegas dengan melakukan penahanan terhadap para tersangka, sehingga proses hukum berjalan secara objektif dan adil.
Penulis : Dito
Editor : Admin





























