Gowa, dnid.co.id – Penanganan kasus dugaan pengeroyokan terhadap Muhammad Saleh (53), warga Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, menuai sorotan tajam. Meski perkara telah dinyatakan lengkap atau P21 dan siap memasuki tahap dua, para tersangka tidak pernah dilakukan penahanan meski penetapan tersangka sejak 26 September 2025. Sikap Kapolsek Bontomarannu, AKP Suhardi, yang memilih bungkam saat dimintai penjelasan kian memunculkan tanda tanya publik.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon WhatsApp, Minggu (14/12/2025), AKP Suhardi hanya memberikan pernyataan singkat.
“Sudah P21, besok tahap dua,” ujarnya.
Namun ketika ditanya lebih lanjut terkait alasan tidak ditahannya tersangka SK dan JL, meski perkara ini disangkakan Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana di atas lima tahun penjara, Kapolsek enggan memberikan penjelasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau begitu besok saja ke kantor, saya lagi ada acara,” katanya, lalu menutup sambungan telepon. Upaya konfirmasi lanjutan melalui pesan WhatsApp juga tidak mendapat respons.
Kasus ini sendiri telah berjalan cukup lama. Penetapan tersangka terhadap SK dan JL dilakukan sejak 24 September 2025 melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/43/IX/RES.1.24./2025/Unit Reskrim. Laporan perkara tercatat dalam STTLP Nomor: STTLP/119/IX/2025/SPKT/Polsek Bontomarannu/Polres Gowa/Polda Sulsel, terkait dugaan tindak pidana pengeroyokan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP.
Dalam laporan awal, korban menyebut tiga terduga pelaku berinisial SK, KL, dan JL. Namun hingga perkara dinyatakan P21 dan dilimpahkan ke kejaksaan, pihak Polsek Bontomarannu hanya menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni SK dan JL, sementara KL belum diproses lebih lanjut secara hukum.
Anak korban, Nawir (24), menegaskan bahwa sejak awal ayahnya secara konsisten menyebut tiga orang sebagai pelaku pengeroyokan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh keterangan saksi mata berinisial A (31), yang mengaku menyaksikan langsung kejadian dan menjadi saksi kunci.
A memaparkan secara rinci peran masing-masing terduga pelaku. Menurutnya, SK merangkul leher korban, sementara JL dan KL mendorong korban hingga terjatuh ke aspal dan pasir. Setelah korban jatuh, JL dan KL disebut melakukan pemukulan, dengan JL sebagai pelaku yang paling banyak memukul.
“Saya lihat ada tiga orang. SK merangkul, JL dan KL dorong dan memukul. JL paling banyak memukul,” ungkap A.
Ia menegaskan bahwa meskipun KL berusia lanjut, perbuatannya tetap memenuhi unsur pengeroyokan. A juga menyatakan bahwa keterangan tersebut telah disampaikannya secara konsisten kepada penyidik dan bahkan disertai sumpah.
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, AKP Suhardi menyatakan bahwa hanya dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka karena satu terduga lainnya dinilai tidak cukup bukti.
“Hasil penyelidikan ternyata dua,” ujarnya singkat.
Tidak ditahannya para tersangka justru menimbulkan keresahan bagi keluarga korban dan saksi. Nawir mengungkapkan bahwa keluarga dan saksi merasa tidak aman karena para tersangka masih bebas berkeliaran. Ia menyebut adanya dugaan intimidasi yang dialami saksi selama proses hukum berlangsung.
“Sering lewat depan rumah, gas-gas motor, pandangan sinis. Saksi kami juga dikata-katai di jalan,” ungkapnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh saksi A. Ia mengaku mengalami intimidasi langsung dari salah satu tersangka, berupa teriakan dan kata-kata kasar bernada ancaman agar tidak kembali memberikan kesaksian.
“Saya dihina-hina, semua bahasa binatang keluar. Saya diteriaki supaya tidak jadi saksi lagi,” ujarnya.
Kondisi ini membuat saksi dan keluarga korban merasa tidak mendapatkan perlindungan maksimal dari aparat penegak hukum, meskipun perkara telah berstatus P21. Padahal, secara hukum, penahanan dapat dilakukan apabila terpenuhi syarat objektif dan subjektif sebagaimana diatur dalam KUHAP, termasuk ancaman pidana serta potensi tersangka mengulangi perbuatan, melarikan diri, atau menghilangkan barang bukti.
Kasus ini juga telah diperkuat dengan Visum et Repertum dari UPT Puskesmas Bontomarannu yang menyatakan korban mengalami luka lecet, memar, dan bengkak akibat trauma benda tumpul.
Kini, keluarga korban berharap aparat penegak hukum bertindak tegas, transparan, serta memberikan perlindungan kepada saksi dan korban, agar proses hukum berjalan secara objektif dan berkeadilan.
Penulis : Dito
Editor : Admin





























