Dnid.co.id, Makassar – Dalam persidangan yang tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Bone, tim kuasa hukum Ikhving Lewa alias Koko Jhon (KJ) terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan narkotika, akhirnya angkat bicara.
Mereka menegaskan adanya berbagai ketidaksesuaian antara dakwaan yang dilayangkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Diketahui, Koko Jhon ditangkap pada Januari 2024 atas dugaan keterlibatan dalam peredaran narkotika jenis sabu seberat 7,6 gram.
Penasehat hukum terdakwa, Buyung Harjana Hamna, menyatakan bahwa bukti-bukti yang diajukan sangat lemah dan tidak mendukung tuduhan bahwa kliennya adalah seorang bandar besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setelah penangkapan, penggeledahan dilakukan di Jalan Jenderal Sudirman, Bone, dengan bantuan anjing pelacak dari BNN Sulsel.
Namun, kata Buyung pencarian ini tidak membuahkan hasil, yang semakin memperkuat keyakinan kuasa hukum bahwa tuduhan terhadap Koko Jhon tidak berdasar.
Dalam persidangan di Pengadilan Watanpone, Buyung Harjana mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam kasus ini.
“Fakta fakta yang terungkap dalam persidangan itu yakni BB 7,6 gram itu berasal dari dua penangkapan dari tersangka lain,” kata Buyung saat melakukan jumpa pers di salah satu Cafe di Makassar.
Ia menyoroti berat 7,6 gram yang didakwakan sebenarnya merupakan berat kotor, karena terbungkus dalam 46 plastik bening.
“Dari 7,6 gram ini adalah berat kotor, karena berat BB ini terbungkus dalam kemasan sebanyak 46 plastik bening. Jadi 7,6 gram ini sama dengan kemasannya. Ini mengherankan,” ujarnya.
Buyung menyebut, fakta ini menimbulkan pertanyaan besar, mengingat Pasal 114 ayat 2 yang digunakan dalam dakwaan mensyaratkan barang bukti di atas 5 gram sabu murni.
Kata Buyung, sabu-sabu yang didakwakan tidak ditemukan langsung pada Koko Jhon, melainkan berasal dari penangkapan tersangka lain yang telah lebih dulu ditangkap.
Selain itu, Buyung menyebut, ada tiga telepon genggam yang disita saat penangkapan tidak pernah diperiksa lebih lanjut untuk melihat apakah ada bukti transaksi atau komunikasi terkait narkotika.
“Pada saat ditangkap itu langsung disita 3 hape. Namun sampai akhir persidangan, hape itu tidak dibuka untuk melihat apakah ada transaksi atau percakapan,” bebernya.
Tak hanya itu, penasehat hukum Koko Jhon mengaku, tidak ada satu pun dari 193 tersangka kasus narkotika yang ditahan sejak Januari 2024 yang menyebut Koko Jhon sebagai sumber barang.
Tuduhan bahwa kliennya adalah bandar besar muncul setelah penangkapan seorang tersangka lain, Muh Yunus, yang diduga terlibat dalam konspirasi untuk menjatuhkan Koko Jhon.
“Bahkan sebelum ditahan tidak ada yang menyebut, baru setelah ditangkapnya Muh Yunus baru cerita. Jadi ada sebuah konspirasi,” tukasnya.
“Selanjutnya banyak juga ketidaksesuaian antara barang bukti yang di sita dan fakta persidangan, yaitu rekening, tapi tidak adapun saksi yang bisa menceritakan bahwa ini rekening, seperti dari atau kepada,” lanjutnya.
Sementara itu, Sya’ban Sartono yang juga tim kuasa hukum Koko Jhon, turut angkat bicara terkait isu yang menurutnya sangat berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta di persidangan.
Ia menekankan bahwa barang bukti yang didakwakan sebenarnya milik orang lain dan hanya disandingkan dengan kasus kliennya.
“Itu kami anggap sangat jauh dari fakta persidangan. Ada juga yang menggiring opini bahwa Koko Jhon adalah bandar besar dan harus dihukum mati dan itu jadi permintaan,” ujar Sya’ban.
Ia juga menyoroti adanya upaya penggiringan opini publik yang menuntut hukuman mati untuk Koko Jhon, meskipun bukti-bukti yang ada tidak kuat.
Sya’ban menegaskan bahwa sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), fakta perbuatan harus lebih kuat daripada sekadar tuduhan.
“Fakta perbuatan harus lebih kuat dan itu yang diambil dari tuduhan dan omongan orang lain. Ini juga sesuai dengan Kitab undang undang dan acara pidana bahwa yang dikaitkan atau menjadi fakta petunjuk atau bukti petunjuk. Itu adalah kesesuaian antara barang bukti dan keterangan saksi,” ucapnya.
Ia berharap masyarakat tidak terpengaruh oleh opini yang tidak sesuai dengan fakta di persidangan dan dapat melihat kasus ini secara objektif.
“Kalau tidak sesuai, berarti ini bisa jadi ada dugaan terjadinya konspirasi untuk menjatuhkan seseorang karena tidak sesuai dengan keterangan saksi dan barang bukti,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Narkotika Nasional Provinsi(BNNP) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggeledah kediaman salah seorang warga berinisial KJ yang diduga adalah bandar narkoba di Kabupaten Bone. Penggeledahan dilakukan pada Jumat 19 Januari 2024 sore.
Kasi Intelijen BNN Provinsi Sulawesi Selatan (BNNP Sulsel), Syahril Said saat dikonfirmasi wartawan membenarkan perihal penggeledahan rumah salah seorang warga di Kabupaten Bone.
“Tim melakukan penggeledahan di sana dalam rangka bagian dari pengembangan penyidikan,” katanya.
Sebelum penggeledahan dilakukan, kata Syahril, tim terlebih dahulu menangkap pelaku KJ di sebuah kafe di Jalan Ratulangi Makassar.
Kemudian, dari hasil interogasi terhadap Koko JN, tim lalu berangkat melakukan penggeledahan di kediaman Koko JN di Kabupaten Bone.
“Pelaku inisial KJ ini ikut dalam tim untuk menyaksikan penggeladahan di rumahnya di Bone,” terang Syahril.
Penangkapan terhadap KJ merupakan hasil pengembangan dari 7 orang pelaku yang ditangkap lebih awal di Kabupaten Bone tepatnya pada bulan September 2023.
“Waktu itu ada giat kita di Bone bulan September 2023, kita ungkap loket-loket penjualan sabu di sana dan kita amankan 7 pelaku. Nah dari situ kita kembangkan dan menangkap pelaku KJ ini,” tukasnya.
“Barang bukti kita masih data, nanti kita rilis supaya lebih jelasnya,” imbuhnya.
Penulis : Herman




























