Makassar,DNID.co.id – Ratusan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) hadir dalam Dialog Publik bertajuk “Pendampingan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”,di gelar di Aula Prof. Mattulada FH-UH,Jl.Perintis Kemerdekaan No.KM.10,Kota Makassar,Jumat sore (22/11/2024).
Dialog publik ini terselenggara setelah terungkapnya kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan FS, salah satu dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, kepada salah satu mahasiswi yang melakukan bimbingan skripsi.
Hadir sebagai pembicara Ketua Satuaan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas, Prof. Dr. Farida Patitingi, Dekan FIB Unhas, Prof. Dr. Akin Duli, serta Aflina Mustafaina sebagai aktivis Perempuan.
FS telah Dijatuhi Sanksi Pemberhentian Jabatan Akademik dan Diskorsing Sebagai Dosen
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
FS mengakui dan dinyatakan bersalah setelah melewati proses investigasi oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas.
Hal ini disampaikan langsung oleh Prof. Dr. Farida Patitingi bahwa proses yang dilakukan sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Jadi proses-proses ini kita lakukan sangat hati-hati sampai kami menemukan faktanya bahwa telah terjadi kekerasan seksual,”ujarnya.
Setelah melalui proses pemeriksaan dengan memanggil pelaku, saksi serta mengumpulkan bukti salah satunya rekaman cctv, terungkap bahwa FS terbukti melakukan kekerasan seksual seperti apa yang dilaporkan korban.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Dekan FIB Unhas, Pro. Dr. Akin Duli.
“Pelaku sudah mengaku bahwa betul dia melakukan itu,”katanya.
Atas rekomendasi Satgas PPKS, pimpinan Unhas kemudian menjatuhkan hukuman terhadap FS berupa sanksi pemberhentian tetap dari jabatan Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan Peningkatan Reputasi, serta pembebasan sementara dari tugas pokok sebagai dosen (skorsing) selama satu setengah tahun, yakni Semester Akhir Tahun Akademik 2024/2025 dan Semester Awal Tahun Akademik 2025/2026.
Sanksi FS ini pun menuai sorotan Dianggap Terlalu Ringan.Sanksi yang diberikan kepada FS dinilai terlalu ringan oleh pihak korban dan banyak mahasiswa Unhas lainnya. Hal ini jadi pembahasan serius dalam dialog publik yang dilaksanakan.
Fatmawati Puan Mawar selaku moderator mempertanyakan jika merujuk pada Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 maka sanksi administratif apa yang dikenakan kepada pelaku. Pertanyaan tersebut ia tujukan kepada Prof Farida selaku Ketua Satgas PPKS.
Menjawab pertanyaan dari moderator, Prof Farida kemudian menjawab ada aspek yang memberatkan dan aspek yang meringankan dalam penjatuhan sanksi kepada FS dan tugas Satgas PPKS hanya memberikan berupa rekomendasi kepada pimpinan universitas.
Prof Farida mengungkap bahwa adapun rekomendasi sanksi administratif yang direkomendasikan oleh Satgas PPKS adalah sanksi administrative berat.
“ Rekomendasinya berat jadi dia kena displin berat,”ungkapnya.
Jika merujuk pada poin 3 pasal 14 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, mahasiswa maupun dosen akan diberhentikan secara tetap. Tapi FS hanya diberhentikan sementara dari tugasnya sebagai dosen.
Jika hanya pemberhentian sementara, maka mahasiswa Unhas akan Kembali melihat FS berkegiatan di kampus. Moderator yang akrab dipanggil Ime ini kemudian bertanya kepada ratusan audiensi yang hadir.
“Apakah kalian siap melihat Kembali FS berada di kampus? Apakah kalian mau diajar kembali oleh FS?,” tanyanya.
Audiens yang hadir seketika kompak berteriak.
“Tidak,” teriak ratusan audiens yang hadir.
Dialog kemudian masuk ke sesi tanya jawab. Prof Farida selaku Ketua Satgas PPKS banyak diserang oleh pertanyaan maupun pernyataan yang menggugat sanksi yang dianggap terlalu ringan.
Salah satu perempuan yang enggan menyembutkan namanya mempertanyakan sanksi pemberhentian sementara terhadap FS. Ia membandingkan dengan kasus kekerasan seksual yang pernah juga pernah terjadi di Unhas dan pelakunya langsung diberhentikan secara tetap.
“Karena sebelum terbentuknya satgas (PPKS), dua atau tiga tahun lalu pernah ada kasus di keperawatan pernah ada pelecehan dan itu langsung di pecat. Itu belum ada satgas,”ujarnya.
Perempuan yang berada tepat di depan panggung saat bertanya ini bahkan menggugat keberadaan Satgas PPKS. Menurutnya, Satgas PPKS yang dibentuk dari berbagai komponen warga kampus harusnya mampu mendesak pihak pimpinan kampus.
“Kenapa kita tidak sama-sama mendeksak Rektor? Satgas Unhas hadir tidak untuk melindungi nama baiknya kampus,” gugatnya.
Ia sangat menyayangkan maraknya kasus kekerasan yang terjadi di Unhas. Ia juga mengaku banyak mendampingi mahasiswa yang mengalami pelecehan seksual.
“Saya banyak mendengar dan mendampingi teman saya mencari keadilan yang dilecehkan sama dosennya, dilecehkan sama ketua BEM nya, dan sampai hari ini saya tidak lihat unhas berdiri untuk korban kekerasan seksual,” tegasnya.
Sebagai penutup, ia jika kasus ini tidak diselesaikan dengan tuntas oleh berbagai komponen kampus, maka Unhas akan menjadi ruang yang tidak aman dari kekerasan seksual.
“Maka Unhas puluhan tahun ke depan akan menjadi kampus yang ekslusif dan tidak memihak pada korban kekerasan seksual,”tutupnya.
Pernyataan penggugat di atas kemudian terverifikasi melalui data kekerasan seksual di Unhas yang disampaikan oleh modetaror. Dengan mengutip data dari Satgas PPKS, modetaror mengungkap per Oktober 2024 telah terjadi 18 korban kekerasan seksual di yang terjadi di lingkungan Unhas.
“10 orang mahasiswa, pendidik 5 orang, warga kampus itu satu orang, dan non warga 2 orang (bukan warga unhas),” ujarnya.
Dalam dialog publik tersebut, Prof Farida selaku Ketua Satgas PPKS Unhas berulangkali menegaskan komitmen Unhas untuk berpihak pada korban dan menciptakan kampus yang bebas dari kekerasan seksual.
“Unhas berkomitmen kuat untuk membebaskan kampus kita dari kekerasan seksual,” tegasnya.
Penulis : Renaldy Pratama
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan
Sumber Berita : Dialog Publik Unhas




























