Gowa,Dnid.co.id, Pendidikan merupakah hal yang sangat urgen dalam perkembangan kehidupan manusia, baik untuk mengatur dan mengembangkan potensi diri bahkan dalam keperluan hidup sehari-hari. Kemudian dalam pendidikan itu paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi sebagaimana yang sudah dicanangkan oleh bapak pendiri Bangsa (the founding fathers). Pertama, membangun sebuah Negara yang memiliki kedaulatan. Kedua, membangun Bangsa dan Ketiga, adalah membangun karakter generasi yang irfani. Ketiga konsep tersebut sudah jelas masuk dalam pembangunan karakter Bangsa yang disebut dengan istilah (nation and character building) dan masuk pada konsep Negara Bangsa (nation-state). Dengan demikian Bung Karno (the founding fathers) pernah berkata; Bangsa ini harus dibangun dengan pendidikan karakter atau (character building) karna dengan konsep ini aka membuat Indonesia lebih maju dan Islam yang berkeadaban. Dan jikalau karakter tersebut tidak di didik maka Bangsa Indonsia akan menjadi kuli. (Muchlas Samani: 2016, 11).
Kampus merupakan merupakan instrumen dalam mengfasilitasi perkembangan moral atau perkembangan mindset identitas karakter bagi remaja dalam menempuh jenjang pendidikan. Amani F. Qashmer menjelaskan bahwa dampak dari pendidikan karakter kampus pada pengembangan indentitas moral remaja akan mempengaruhi pada perilaku kesehariannya. Hubungan antara pendidikan karakter dan indentitas moral yaitu antara actual dan ideal merupakan hal yang sudah dilakukan upaya pengujian, dan hasilnya memberikan bukti ril bahwa identitas moral merupakan hasil dari pendidikan karakter.
Sementara Poulo Freire, seorang tokoh pendidikan yang berpengaruh di Dunia memandang indicator dari kemajuan suatu Bangsa dan keadaban Islam sangat erat kaitanya dengan pendidikan. Sementara melihat masa depan suatu peradaban dilihat dari adanya komitmen politik dan upaya kampus dalam membentuk dan mendidik karakter anak bangsa sebagai generasi penerus. Lalu bagaimana melihat keberhasilan suatu kampus dan bangsa dalam pendidikannya? Maka Poule Freire mengatakan ‘melihat keberhasilan suatu instansi pendidikan dalam membangun pendidikan maka lilihatlah moralitas siswa (peserta didik) dan kondisi masyarakat yang sejahtera. Maka antara pendidikan dan politik adalah sesuatu yang tidak tepisahkan, sebab hampir semua Negara di Dunia menjadikan pendidikan sebagai alat (pasar sentral) permainan politik.
Transformasi pendidikan yang mencerahkan dalam sebuah institusi merupakan agenda utama dalam membentuk peradaban manusia, terutama dalam membentuk karakter berbasiskan peradaban Islam. Sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, bahwa pendidikan harus diselenggarakan dengan sistematik untuk mencapai tujuan, yaitu tujuan pendidikan nasional dan atau visi misi institusi (Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar) sebagai pusat pencerahan dan transformasi ipteks berbasiskan peradaban Islam. Hal tersebut sangat besar kaitanya dengan pembentukan karakter peserta didik dan moral birokrasi kampus sehingga mampu bersaing di Dunia pendidikan nasional bahkan internasional, beretika, bermoral, sopan santun dan mampu memberikan contoh teladan pada masyarakat awam. Hal ini selaras dengan apa yang digagaskan oleh Ali Ibrahim Akbar, kesuksesan seseorang bukan hanya dilihat dari pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, melainkan kesuksesan seseorang dilihat dari kemampuan mengelolah diri dan orang lain (soft skill).
Pendidikan Keadaban Islam
Kampus peradaban yang berbasiskan peradaban Islam UIN Alauddin Makassar merupakan pabrik inteletual yang bercermin kepada ajaran sumber yaitu al-Qur’an atau Sunnah baginda Muhammad Saw., dengan kata dimaknai mengarah pada konsep peradaban Islam, kejayaan Islam, perkembangan Islam. Secara kenabian sebagaimana misi kenabian terutama Baginda Nabi Muhammad Saw. adalah mendidik umat manusia secara jasmani dan ruhani. Mengupayakan secara maksimal agar umat manusia memilki kecerdasan spiritual (SQ), memiliki nalar yang tajam (IQ), dan memiliki keterampilan dalam berbicara secara emosional (EQ).
Dalam mendidik karakter, Nabi Muhammad Saw. paham bagaimana mekanisme transformasi sosial ke arah terwujudnya masyarakat berkeadaban, hidup yang tertib, sehat, dan berkeadilan. Sehingga tidak heran kebijakan yang diambil Rasulullah selalu berorientasi pada pemajuan dan kemajuan pendidikan karakter atau moral. Sebagai contoh, keberadaan masjid pada masa Rasulullah sebagai pusat sentral untuk melakukan transformasi keilmuan, antara Rasul dengan para sahabatnya. Salah satu komitmen penting Baginda Muhammad Saw. dalam mengembangakan bagaimana pentingnya pendidikan terpantul dari beliau: (1) Menempatkan pendidikan sebagai satu kewajiban (thalabul ‘ilmi faridlatun); (2) Pendidikan tanpa membedakan status gender dan diskrimanasi gender (‘ala kullimuslimin wa muslimat); (3) Tidak mengenal batas (minal mahdi ila lahdi); (4) Melampau ruang (wa lau bish shin). (Suryana: Karakter dan Nilai Pendidikan, 2020, 12)
Keteladanan Nabi Muahmmad Saw. menjadi contoh bagi umatnya, agar semua potensi yang dimiliki dapat dikembangkan, sewalaupun potensi itu dimiliki oleh non-Muslim tetap saja digunakan dalam meningkatkan sumber daya manusia. Olwh sebab itu kampus peradaban dihidupkan agar wawasan dalam diri manusia terus berkembang luas, padu dan visioner (konsep visioner disini bukan hanya bagaimana merancang masa depan yang baik, melainkan juga menajamkan jalan eskatologi yang disebut masa depan akhirat). Selanjutnya metode baginda Rasulullah Saw ketika melakukan transformasi pendidikan karakter baik pada pada para sahabatnya, anak-anak dan seluruh umat manusia. Beliau selalu menjadikan dirinya sebagai teladan bagi setiap orang, dan orang dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Proses transformasi pendidikan dalam kurikulum hanya sekedar teori semata dan hanya dihafalkan, itu tidak akan membuat terbentuknya karakter seorang anak didik. Sebab hal yang paling mudah untuk diamati oleh siswa adalah mengamati sekaligus meniru sikap dan metode pengajaran dari guru. Oleh sebab itu, hal utama dari kegagalan dalam mendidik dan membentuk karakter yang baik bagi siswa adalah kurang tekun dan baik metode yang diajarkan oleh pengajar. Karna sebagus apapun kurikulum yang diturun pada siswa jika metode transformasi keilmuannya tidak baik (sistematis) maka akan sulit tersampaikan dengan baik.
Dari beberapa cara yang dilakukan Nabi dalam membentuk keadaban, UIN Alauddin Makassar selain dalam praktik kuliah juga diluar mata kuliah, yaitu Character Building Training (CBT). Sejak 2010 di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.A. sampai kepemimpinan Prof. Dr. Hamdan Juhanis Ph. D. telah dicanangkan satu model karakter bagi civitas akademisi, khususnya mahasiswa yang disebut CBT. Program ini merupakan salah satu program unggulan yang ada di UIN Alauddin Makassar muncul berdasarkan kegelisahan dengan adanya fenomena kampus yang menjadi episentrum moral, episentrum intelektual, episentrum sosial dan budaya, tutur Muhammad Sabri selaku direktur utama sekaligus narasumber dalam kegiatan Character Building Training (CBT).
Langkah strategis UIN Alauddin Makassar dalam membina karakter mahasiswa cara Pendidikan akhlakul karimah. Pendidikan berbasis akhlak sebagai instrumne yang tidak hanya bertumpuk pada pengembangan pontensi kompetensi kognitif-intelektual dalam peserta didik saja, melainkan yang paling penting adalah penanaman nilai moral. Hal demikian yang menjadi ciri kha warga UIN Alauddin Makassar menjadi warga yang berperadaban Islami, khususnya bagi mahasiswa dan birokrasi. Selain program ciri khas CBT ini, UIN Alauddin Makassar juga memiliki program integrasi keilmuan antara ilmu-ilmu agama dan pengetahuan umum sehingga nanti diharapkan bisa melahirkan generasi Islam yang berkualitas dan dapat memajukan kampus dan meraih kejayaan bangsa sebagaimana yang dicita-citakan para bapak bangsa (founding fathers).
Dari beberapa strategi tranformasi pendidikan karakter keadaban yang dijalankan sangat memberikan kesan terhadap mahasiswa baru dalam menempuh jenjang pendidikan. Namun ketika penanaman itu hanyalah terbatas dalam ruang lingkup Training saja tidak akan memberikan dampak kuat bagi terbentuknya karakter anak didik. Maka dari itu penulis memandang berdasarkan riset yang dilakukan dari beberapa literatur, mengharuskan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter tidak hanya dalam forum training 3 hari saja, melainkan pada setiap proses belajar-mengaja berlangsung, hal ini sebagai bentuk penataan peradaban kampus maupun peradaban Islam.
Guru serta birokrasi lainya memiliki peran penting dalam terlaksananya proses belajar-mengajar. Standar kecerdasar, pemahaman, kualitas diri dan terbentuknya karakter keadaban siswa adalah pengaruh besar dari sang guru. Sebagai sosok yang sangat berperan dalam membentuk karakter yang berbasis peradaban Islam. Guru bukan semata memberikan informasi pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan mendidik dengan melihat potensi diri siswa dan membentuk kemanusiaan yang baik, bijaksana dan bermanfaat bagi kemajuan bangsa. Peran guru bukan semata mentransfer ilmu, tapi mempunyai jiwa simpatisasi terhadap setiap mahasiswa. Kadang selama dalam proses perkuliahan guru/dosen mendidik dengan tidak baik, yaitu mematikan karakter anak didik ketika berada dalam proses perkuliahan, kadang ada yang acuh tak acuh melihat paham dan tidaknya murid lalu memberikan nilai tinggi bagi yang paham dan nilai rendah bagi yang tidak paham menurutnya. Padahal penilaian bagi penulis adalah sebuah formalitas, dan yang paling penting adalah menanamkan motivasi, pembentukan karakter serta metode belajar yang baik agar mahasiswa paham dan termotivasi untuk belajar lebih giat lagi.
Sementara dalam Islam tidak pernah diajarkan bersikap seperti manusia konsep, yang mana pengetahuan, ilmu, dan kelebihan lainnya hanya dalam ruang lingkup konsep tanpa aktual. Melainkan manusia yang diharapkan adalah manusia aktual, mengerjakan apa yang ada dalam konsep, dan bekerja berdasarkan analisis konseptual. Begitupun dengan kepribadian baginda Muhammad Saw. sebagai manusia sempurna (insan kamil), belau adalah manusia aktual sehingga dalam dirinya dipercaya dan diberi gelas al-amin karna antara konsep dan aktualnya tidak pernah bersebrangan.
Sebagai kampus peradaban Islam yang ‘Unggul’, UIN Alauddin Makassar harus mampu menjadi pabrik intelektual dalam mencetak generasi cendekiawan dalam mengembangkan peradaban Islam untuk mewujudkan pendidikan nasional sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Namun kampus yang dulunya memiliki visi dan misi yang beradab sekarang mengalami disorientasi dan mengalami pergeseran tujuan sehingga membuat kampus kehilangan arah dan tujuan asalnya.
Krisis keadaban yang terjadi didalam instansi perguruan tinggi UIN tidak hanya dalam metode pengajaran yang membunuh karakter, krisis demokrasi dan kebebasan berpendapat, krisis literasi yang memanipulasi inteletual, dan yang terakhir krisis moral yang meruntuhkan peradaban kampus Islam, yaitu peralihan dari pabrik intelektual menjadi pabrik ‘Uang Palsu’. Hal ini sangat disayangkan bagi keadaban kampus Islam ternama, karna peralihan dari hal yang ukhrawi ke duniawi yang bersifat materialistik dan finangsial. Walaupun kita menyadari bahwa semuanya itu terjadi bersifat pribadi atau oknum, namun hal itu tidak bisa dipisahkan keterikatannya dengan instansi setempat.
Menyadari hal itu Prof. Qasim Mathar (Guru Besar UIN Alauddin Makassar) mengkritik Prof. Hamdan Juhanis selaku Rektor yang tidak mampu menjalankan tugasnya secara baik dalam mengontrol rumah perabadan UIN Alauddin Makassar. Beliau meminta kepada Rektor untuk memundurkan diri karna dianggap tidak mampu mengontrol para pejabat internal kampus yang beroperasi pencetakan ‘Uang Palsu’ dari tahun 2010 sampai sekarang. Karna sejatinya seorang pemimpin akan dikenang dengan segala peristiwa yang terjadi pada zamannya, baik peristiwa baik maupun buruk. Menyikapi banyak desakan dari berbagai pihak, Prof. Hamdan hanya bisa menyampaikan untuk menunggu hasil dari penyelidikan Polisi sebagai keputusan akhir dan resmi.
Wallahu’alam…
Penulis : Yamin ( Ketua Lembaga Dakwah HMI )
Editor : Aditiya Hidayatullah