Bone, DNID.co.id – Praktik penjualan pupuk subsidi yang digandeng dengan pupuk non-subsidi kembali ditemukan di wilayah Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone.
Temuan ini mengemuka setelah tim Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) bersama awak media melakukan investigasi langsung ke lapangan dan menerima pengakuan dari sejumlah petani di Desa Raja dan Desa Lemo.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para petani mengaku membeli pupuk di kios dengan harga Rp130.000 per zak, yang mana pupuk subsidi digandeng dengan non-subsidi. Bahkan, pupuk dalam kantong plastik kecil dijual dengan harga Rp15.000 per kantong.
“Saya sendiri ambil pupuknya di kios Pak Suradi di Desa Bulu Tanah. Rp130.000 urea sama dengan phonska, sama harganya. Ada juga pupuk yang dikasih dalam kantongan plastik, tidak pernah ditanya mau ambil atau tidak lansung saja di kasih ikutkan” ujar salah seorang petani. Jumat (30/05/2025).
Petani tersebut menambahkan bahwa ia mengambil lima zak pupuk, ditambah lima kantong kecil pupuk jenis ZA Plus. “Nda tau berapa harga per kantongnya, mungkin sekitar Rp15.000 per kantong,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, pemilik kios UD Khairul Jaya, Suradi, awalnya membantah tuduhan tersebut. Namun, setelah ditunjukkan bukti dokumentasi berupa video dan foto oleh tim LP-KPK, Suradi akhirnya mengakui perbuatannya.
Suradi mengklaim bahwa praktik ini diketahui dan disepakati dalam rapat yang dihadiri oleh Ketua BPP, Camat Kajuara, Danramil, dan Kapolsek.
“Saya kasih karena semua setuju waktu rapat di kantor BPP kalau saya kasihki non-subsidi, jadi saya kasihmi dengan harga Rp15.000 per kantongnya,” ungkap Suradi.
Ia juga menyebutkan bahwa harga pupuk urea dan phonska masing-masing Rp115.000 per zak, dan petani mengambil langsung ke kios tanpa ada unsur pemaksaan.
“Petani datang sendiri yang ambil di sini. Rp115.000 semua harganya, mau urea ataupun phonska. Sudah disepakati semua, saya tidak berani kalau tidak ada persetujuan,” lanjutnya.
Ketika ditanya siapa saja yang hadir dan menyetujui harga serta metode penjualan tersebut, Suradi menyebutkan bahwa rapat dihadiri oleh Ketua Gapoktan, Koordinator BPP Kecamatan, Danramil, Kapolsek, dan Camat Kajuara.
“Mereka sepakat semua, penyaluran pupuk subsidi digandeng dengan non-subsidi,” tegas Suradi, bahkan mengaku siap mempertanggung jawabkan pengakuannya.
Namun, pernyataan berbeda datang dari Kordinator BPP Kecamatan Kajuara, Masrura. Ia membenarkan bahwa memang ada pertemuan pada awal Mei 2025 di kantor BPP, namun ditegaskan tidak ada kesepakatan untuk menggandeng penyaluran pupuk subsidi dengan non-subsidi.
“Tidak ada kesepakatan untuk diwajibkan pupuk subsidi digandeng dengan non-subsidi. Cukup ditawarkan ke petani, tapi jangan dipaksa ambil, karena itu jelas pelanggaran” ujar Masrurah.
Sementara itu, Koordinator BPP, Masrura, menegaskan bahwa yang dibahas dalam pertemuan tersebut hanyalah harga HET pupuk subsidi dan tarif pengantaran.
“Kami sampaikan harga HET pupuk subsidi yaitu Rp112.500 untuk urea dan Rp115.000 untuk NPK Phonska per zak ukuran 50 kg. Biaya antar pun tidak boleh lebih dari Rp20.000 – Rp30.000,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, perwakilan LP-KPK, Andi Sunil, menyatakan bahwa praktik penjualan pupuk subsidi yang dipaketkan dengan non-subsidi merupakan pelanggaran serius yang merugikan petani kecil.
“Kami LP-KPK meminta kepada aparat penegak hukum dan instansi terkait, khususnya dari pihak distributor CV Semoga Raya, untuk memberikan sanksi pencabutan izin terhadap Kios UD Khairul Jaya karena telah mengakui melakukan praktik kecurangan dalam Penyaluran Pupuk Bersubsidi kepada Petani dengan Harga Diatas HET dan Pemaketan Pupuk Non Subsidi,” tegas Sunil. Minggu (01/06/2025).
LP-KPK juga menegaskan bahwa praktik tersebut melanggar:
Permentan No. 10 Tahun 2022, Pasal 15 ayat (3)
“Distributor dan pengecer tidak diperbolehkan melakukan penjualan pupuk bersubsidi yang dipaketkan dengan barang lain.”
UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, Pasal 15 huruf (b)
“Pelaku usaha dilarang memaksa atau memberikan syarat tertentu kepada konsumen untuk membeli suatu produk bersama produk lain yang tidak diinginkan.”
Pelanggaran atas regulasi ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana, apabila terbukti menimbulkan kerugian material terhadap petani.
Penulis : Ricky
Editor : Admin
Sumber Berita : Redaksi Sulsel