Makassar,DNID.co.id – Suasana rapat dengar pendapat (RDP) Komisi E DPRD Sulawesi Selatan pada Rabu (12/11/2025) berubah tegang ketika kursi yang semestinya ditempati pejabat Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel tampak kosong.
Padahal, rapat tersebut menjadi forum penting membahas nasib dua guru di Kabupaten Luwu Utara Abdul Muis dan Rasnal yang diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) setelah lebih dari dua dekade mengabdi.
Kedua guru tersebut hadir langsung di ruang rapat Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sulsel, didampingi Ketua PGRI Sulsel Hasnawi Haris serta Ketua PGRI Lutra Ismaruddin.
Namun, absennya pihak Disdik Sulsel, termasuk Kepala Dinas Iqbal Najmuddin, membuat sejumlah legislator murka dan mempertanyakan keseriusan pemerintah provinsi menuntaskan kasus ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini menyangkut martabat guru. Kami undang resmi, tapi tak satu pun pejabat Disdik hadir. Ini preseden buruk bagi birokrasi pendidikan,” tegas Ketua Komisi E DPRD Sulsel, Andi Tenri Indah, dalam forum yang disaksikan awak media.
Menurutnya, pemecatan dua guru tersebut sarat kejanggalan. Kedua guru dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung karena menerima iuran Rp20 ribu dari siswa untuk membantu honor guru honorer.
Padahal, niat itu dilakukan demi kelangsungan proses belajar mengajar di sekolah yang kekurangan tenaga pendidik.
“Bayangkan, mereka bukan koruptor. Mereka tidak mengambil uang sekolah untuk kepentingan pribadi. Ini bentuk solidaritas antar guru, tapi justru dijatuhi PTDH. Kami menilai keputusan ini tidak manusiawi,” lanjut Tenri Indah.
Dalam forum yang sama, Wakil Ketua DPRD Sulsel Fauzi Andi Wawo dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga menyatakan keprihatinannya.
Ia menilai kasus tersebut memperlihatkan lemahnya perlindungan hukum terhadap guru, padahal mereka ujung tombak pendidikan nasional.
“Dua guru ini telah berpuluh tahun mengabdi di pelosok, bukan menikmati fasilitas. Kalau niat baik seperti ini berujung pemecatan, maka banyak guru akan takut bertindak demi kepentingan sekolah. Kami akan kawal penuh pemulihan nama baik dan hak mereka,” ujar Fauzi.
Kasus ini sebelumnya mencuat setelah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara menggelar aksi solidaritas di halaman kantor DPRD Luwu Utara pada Selasa (4/11/2025).
Dalam aksi itu, puluhan guru membawa poster berisi tuntutan keadilan bagi Abdul Muis dan Rasnal.
Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, mengatakan bahwa pemecatan itu sangat melukai rasa keadilan dan menurunkan semangat pengabdian para pendidik.
Ia juga mengingatkan bahwa niat kedua guru tersebut semata-mata membantu guru honorer yang bergaji kecil.
“Kasus ini menjadi alarm nasional. Guru tidak boleh dikriminalisasi karena kebijakan internal sekolah yang justru bertujuan sosial. Kami sudah mengirim surat permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Ismaruddin.
Surat bernomor 099/Permhn/PK-LU/2025-2030/2025 itu juga ditembuskan kepada Ketua DPR RI, Gubernur Sulsel, dan Pengurus Besar PGRI di Jakarta.
Tujuannya, membuka ruang dialog agar kedua guru tersebut memperoleh rehabilitasi moral dan kesempatan untuk mengajar kembali.
DPRD Sulsel melalui Komisi E berkomitmen membawa kasus ini langsung ke tingkat nasional. Tenri Indah menyebut bahwa pihaknya akan mengantar Abdul Muis dan Rasnal untuk bertemu Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, guna mencari jalan keluar secara hukum dan kemanusiaan.
“Saya akan dampingi langsung kedua guru ini ke Senayan. Kami ingin ada pertimbangan kemanusiaan dan rasa keadilan. Tidak semua kesalahan administratif harus diakhiri dengan pemecatan,” tegasnya.
Rapat yang berlangsung sekitar dua jam itu akhirnya ditutup tanpa kesimpulan konkret karena perwakilan Disdik Sulsel tak kunjung hadir.
Namun, DPRD berjanji akan memanggil ulang pihak terkait dan menyiapkan rekomendasi resmi kepada Gubernur Sulsel agar keputusan pemecatan kedua guru tersebut dapat ditinjau kembali.
Penulis : Yustus
Editor : Kingzhie



























