PONTIANAK DNID KALBAR- Akhir-akhir ini, banyak beredar video demontrasi yang mengatasnamakan rakyat di suatu daerah atas tuduhan kepada Bupati Melawi Petahana yang akan maju dalam Pilkada serentak tahun 2024.
Demo atau aksi itu tidak tanggung-tanggung dilakukan pengunjuk rasa di Jakarta, di DPR-RI, di Kemendagri dan bahkan ke Gedung KPK yang meminta Bupati Petahana ditangkap, diadili dan diganjal untuk maju dalam perhelatan Pilkada Serentak 2024 yang akan datang.
Salah satu demo yang dapat dilihat publik di medsos adalah pemberitaan oleh harianindonesia.net dibawah judul «Puluhan Mahasiswa Mendesak KPK Tangkap Bupati Melawai Dadi Sunarya, Cek Informasinya”, dimana ketua aksi yang bernama Dikrun telah menuduh”Bupati Dadi” telah melakukan sejumlah tindakan korupsi.
Bagi aparat penegak hukum (APH), laporan masyarakat merupakan “informasi awal”untuk mendalami kasus melalui penyelidikan. Namun, ketika tindakan dilaporkan itu tidak cukup bukti, tentu penyidikan akan tidak dapat dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setahu saya, sistem informasi cyber-crime pada APH kita saat ini sudah sangat sanggih. Ketika media memuat tentang “tindakan-korupsi” semua cyber-crime system yang dimiliki oleh APH akan memunculkannya dalam sistem informasi mereka dan menjadi awal bagi APH untuk melakukan pendalaman kasus.
Sistem ini telah lama terbangun di Indonesia, tepatnya sejak UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sistem itu bahkan sudah ada sebelum KPK didirikan tahun 2002 melalui UU No. 30 tahun 2002. Jadi, seluruh laporan masyarakat, terlebih yang muncul di media, akan tidak pernah luput dari pantauan aparat penegak hukum.
Lalu pertanyaannya adalah siapa APH itu? Jawaban atas pertanyaan itu adalah kepolisian, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan dan advokat. Sampai di sini, sudah sangat jelas posisi kita dalam sistem hukum di Indonesia. Tidak ada warga negara yang kebal hukum.
Dadi Sunarya, Bupati Melawi periode 2021-2024 yang dilaporkan pendemo melalui berbagai aksi demo adalah seputar penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Melawi.
Dari rekam jejak Opini BPK kepada pemerintah Kabupaten Melawi, hingga 2023 ini, Pemda Melawi dibawah kepemimpinannya telah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Opini ini diraih Pemda Melawi dibawah kepemimpinan Dadi tanpa putus sejak 2019, 2020, 2021, 2022 dan 2023. Opini WTP ini juga telah mengantarkan kepercayaan publik yang tinggi kepada Bupati Dadi untuk lanjut menjadi Bupati Melawi Periode (kedua) tahun 2025- 2030.
Diantara berbagai tuduhan itu adalah proyek pemasangan sambungan rumah untuk air bersih pada tahun anggaran 2022 senilai Rp 12,7 M yang dianggap proyek fiktif. Nyatanya, sebanyak 6 desa (Desa Sidomulyo, Desa Baru, Desa Tanjung Tegang, Desa Tanjung Lay, Desa Kelakik dan Desa Pelampai) telah aliran air bersih sesuai perencanaan dan BPK kemudian mengenai surat clearence, sehingga tuduhan ini menjadi tidak berdasar lagi.
Juga ada tuduhan tentang pengadaan bibit ternak sapi dan babi yang oleh inspektorat daerah dan BPK dinyatakan clear. Ketika laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK ditindak-lanjuti oleh pemerintah daerah dan kemudian dinyatakan clear, tidak mungkin Opini WTP diberikan kepada Pemda Melawi.
Dengan status Opini WTP, BPK akan bertanggung-jawab dan pasti akan back-up status Opini WTP yang telah mereka berikan, sehingga posisi Dadi akan tidak tergoyahkan oleh tuduhan-tuduhan picisan seperti itu.
Ada juga tuduhan pembayaran hutang senilai Rp 102,7 M yang dianggap tidak tuntas. Nyatanya, Pemda Melawi melalui instpektorat daerah telah menyelesaikan LHP BPK dimaksud dan akhirnya BPK juga menyatakan temuan dimaksud telah clear.
Alasan BPK menyatakan clear karena tindak-lanjut yang dilakukan oleh pemda atas LHP ini telah sesuai dengan Permendagri No. 77 tahun 2020 dan Permendagri No. 27 tahun 2021.
Isu lainnya yang coba dimunculkan untuk menghalang langkah Dadi Sunarya maju di Pilbup Melawi 2025 adalah pengelolaan pajak perkebunan kelapa sawit tahun 2018 s/d tahun 2022.
Saya, sebagai akademisi yang sejak tahun 1999 hingga sekarang tahun 2024 (25 tahun berjalan) telah meneliti kemitraan sawit di Indonesia, belum pernah menemukan satu pemda pun di Indonesia yang berani manarik pajak perkebunan kelapa sawit yang menjadi kewenangan pusat.Yang terjadi di kabupaten ini adalah pemungutan pajak mineral bahan logam dan batuan (MBLB) yang masih terhutang sebesar Rp 1 M lebih dari PT. BPK yang kemudian temuan BPK ini ditindak-lanjuti dengan surat penagihan kepada PT. BPK dengan melakukan pengurangan pajak daerah sebesar Rp 117,8 juta atas keberatan PT. BPK dengan perhitungan yang benar dan tervalidasi.
Dengan demikian, tuduhan ini juga menjadi tidak terbukti. Oleh karena itu, berbagai isu yang bermaksud menghalangi petahana akan selalu muncul dan dimunculkan ke ruang publik melalui berbagai unggahan dan aksi.
Penulis : Arion
Editor : Olo m
Sumber Berita : Dr. Erdi, M.Si





























