Bogor,DNID.co.id – Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) didirikan berdasarkan Statuta Roma pada tahun 1998 silam, dengan tujuan untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan internasional yang paling serius,kejahatan perang,kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Negara-negara Eropa termasuk di antara pendukung terkuat pengadilan ini, dan melihatnya sebagai sebuah langkah menuju dunia dimana tidak ada seorang pun yang memiliki impunitas atas kekejaman massal.
Namun pengadilan ini merupakan badan yang berdasarkan perjanjian, dan banyak negara paling kuat di dunia tetap berada di luar yurisdiksi tersebut,termasuk AS, Rusia, dan Tiongkok.
Ketegangan antara visi keadilan yang diwujudkan oleh ICC dan realitas politik kekuatan internasional telah terjadi sejak awal dan terutama terlihat dalam hubungan ICC yang berfluktuasi dan bergejolak dengan Amerika Serikat.
Berdasarkan Statuta Roma, ICC memiliki yurisdiksi untuk mengadili kejahatan yang dilakukan oleh warga negara dari negara-negara anggota, tetapi juga kejahatan yang dilakukan di wilayah negara-negara anggota, bahkan jika mereka yang bertanggung jawab adalah warga negara dari suatu negara yang bukan anggota pengadilan.
Amerika Serikat (AS) berjuang keras menentang ketentuan ini dalam perundingan yang mengarah pada pendirian ICC, karena khawatir hal ini akan membuka peluang bagi warga negara AS untuk dituntut, namun AS kalah dalam argumen tersebut.
AS menganggap penuntutan terhadap warga negaranya di hadapan badan internasional tanpa persetujuan AS sebagai pelanggaran terhadap kedaulatannya.
Halaman Berita ini : 1 2 3 4 Baca Halaman Selanjutnya
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan