Dua hari sudah kepergiannya, dan aku, pula orang-orang yang pernah mengenalnya masih berbicara tentang dia.
Betapa baik hatinya orang ini. Menegunkan bagaimana begitu banyak orang yang bahkan hanya sempat mendengar tentangnya saja, tahu berbicara baik tentang dirinya.
Aku iri sekali pada orang-orang seperti dia. Sore ketika berita kepergiannya menyentak, rumahnya di sudut sebuah kompleks pemukiman yang tenang seperti magnet, menarik sesiapa yang mengenalnya untuk segera datang.
Aku iri sekali, bagaimana Allah tutupkan hal-halnya yang kurang baik, yang pasti ada, Allah mampukan orang-orang secara serentak untuk hapuskan dari pembicaraan mereka tentang hal-halnya yang tidak sempurna, dan hanya sisakan hal-halnya yang baik saja untuk dibicarakan.
Dua hari sudah kepergiannya, kuburannya masih basah, kelopak-kelopak mata dan pipi masih basah air mata untuknya di sini-di sana, dan di mana-mana saja sentuh kebaikannya pernah mengenai.
Aku tidak melihat banyak orang seperti dirinya. Tentu, tentu dia ada kekurangannya. Tapi Allah sudah mampukan orang-orang untuk dengan mudah melupakan itu. Bahkan diriku pun hanya melihat baik dan baiknya saja.
Masih menangis aku mengingat betapa baiknya orang ini. Hanya sekira 1 minggu saja secara keseluruhan saya pernah bertemu dia. Selebihnya hanya cerita tentangnya, dan beberapa hadiah yang ada bahkan belum sempat kami buka. Ternyata dia telah pergi. Sudah Kau panggil.
Apakah yang telah dilakukan orang ini untuk menjadi semendalam ini dikenang oleh orang-orang yang pernah mengenalnya?
Teringatlah aku dengan Baginda yang mulia SAW, Kekasih Allah. Dia bahkan tak pernah bertemu kita, ribuan tahun yang lalu telah dipanggilNya. Tetapi mengingat kepergian-Nya, kita semua masih ingin berteriak ke langit. Kita semua merasa kehilangannya.
(Ya Nabi, lihatlah kami sekarang ini, berpecah belah, tak mampu membantu saudara kami di belahan dunia sana. Ya Nabi, apakah kami akan Kau maafkan?
Dua hari sudah kepergiannya, dan terngiang pesannya, terlintas gerak-gerik amal kebaikannya. Sungguh, sedikit saja dari akhlak Rasulullah ditunaikan, akan diganjar rasa cinta dan kasih-sayang dari orang-orang sekitar kita.
Dia dipanggil, tentu agar kami belajar lebih banyak. Oh, bahkan kepergiannya pun adalah pesan kebaikan.
Aku teringat akan pesan-pesan ringannya yang selalu terasa berbobot, meskipun disampaikan dengan nada bercanda. “Jangan lupa berbuat baik walau kecil,” katanya suatu kali. Aku tidak pernah menyangka, kalimat sesederhana itu akan berdiam begitu lama dalam hatiku, terutama setelah dia tiada.
Dia tidak hanya bicara tentang kebaikan; dia adalah kebaikan itu sendiri. Orang-orang datang dari berbagai tempat bukan hanya untuk memberikan penghormatan terakhir, tetapi untuk menyampaikan kisah mereka—kisah tentang bagaimana dia telah membantu, mendengar, atau sekadar hadir di waktu yang tepat. Betapa besar keberkahan hidupnya hingga ia mampu menyentuh begitu banyak hati.
Selamat jalan, Kakanda, Dr. H. Usman Jasad, M.Pd. Pesanmu akan tetap hidup dalam hati kami. Semoga Allah mengampuni segala khilafmu, melipatgandakan pahalamu, dan menjadikan kepergianmu sebagai pengingat bagi kami yang masih hidup.
Penulis : Nurhira Abdul Kadir
Editor : Redaksi Sulawesi Selatan
Sumber Berita : Nurhira Abdul Kadir Dosen Fkik UIN Alauddin Makassar