Pringsewu DNID MEDIALAMPUNG -Berbagai informasi yang beredar di media online terkait belum terealisasinya anggaran operasional Badan Adhoc PPK/PPS se-Kabupaten Pringsewu menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, terutama bagi para anggota Badan Adhoc tersebut. Bahkan, terdapat dugaan indikasi penyimpangan anggaran yang dikucurkan untuk KPU setempat.
Sebelumnya media online lampungsainews.com menerbitkan berita berjudul “Anggaran Operasional Terakhir Badan Adhoc PPK/PPS Se-Kabupaten Pringsewu Mandek, Ada Apa dengan KPU Pringsewu?” pada Minggu (16/2/2025). Berangkat dari pemberitaan tersebut, Tim Investigasi PWRI melakukan penelusuran untuk memastikan keberimbangan fakta.
Sebagai organisasi kewartawanan yang menjunjung tinggi profesionalisme, integritas, dan transparansi, Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) berupaya mengungkap kejelasan terkait permasalahan ini dengan melakukan konfirmasi kepada kedua belah pihak, baik KPU Kabupaten Pringsewu maupun Badan Adhoc (PPK/PPS).
Sekretaris DPC PWRI Pringsewu, Rio Romadhona, menilai bahwa terdapat indikasi pemborosan anggaran yang bersumber dari APBN yang dikucurkan kepada KPU, khususnya dalam penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Pringsewu.
“SK para anggota Badan Adhoc berakhir di Januari, dan itu sudah sesuai ketentuan. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah terkait dana operasional yang hingga kini belum direalisasikan. Kegiatan sudah selesai, kepala daerah pun tinggal dilantik, dan Badan Adhoc sudah tidak memiliki tugas yang berkaitan dengan tahapan pemilu. Jadi, mengapa anggarannya masih terus diserap? Seharusnya, jika tidak digunakan, dikembalikan ke kas daerah agar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain,” ujar Rio Romadhona.
Ia menekankan pentingnya efisiensi dalam penggunaan anggaran oleh KPU agar tidak terjadi pemborosan. “Presiden Prabowo Subianto telah menekankan perlunya pemangkasan anggaran yang tidak mendesak. Maka, seharusnya KPU tidak menggunakan dana yang tidak lagi relevan dengan tahapan pemilu atau pilkada,” tegasnya.
Selain itu, Rio juga menyoroti indikasi pemaksaan penggunaan anggaran yang tidak semestinya. “Jika agenda pemilu atau pilkada telah selesai, sisa anggaran yang tidak terpakai sebaiknya dikembalikan ke kas negara atau daerah. Jangan dipaksakan untuk digunakan tanpa alasan yang jelas, apalagi jika masa kerja PPK dan PPS sudah berakhir. Itu sama saja dengan tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap keuangan negara,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi dari sejumlah sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, beberapa anggota Badan Adhoc menyatakan bahwa mereka dijanjikan pencairan dana operasional bersamaan dengan honor terakhir di Januari. Namun, hingga saat ini, dana tersebut belum juga diterima.
“KPU Pringsewu sempat menyampaikan bahwa dana operasional akan diturunkan bersamaan dengan realisasi honor terakhir. Namun, belakangan mereka berdalih bahwa dana tersebut tidak bisa dicairkan karena menjadi temuan BPK saat pemeriksaan,” ungkap salah satu sumber melalui sambungan telepon, Selasa (18/2/2025).
Sumber lainnya mempertanyakan mengapa dana operasional PPK/PPS di daerah lain telah terealisasi, sedangkan di Pringsewu masih tertahan.
Adapun besaran dana operasional yang dimaksud mencakup Rp1.250.000 per PPS untuk 128 pekon dan 5 kelurahan, yang jika dikalkulasikan mencapai Rp165.000.000. Selain itu, PPK menerima Rp3.000.000 per kecamatan untuk 9 kecamatan, dengan total Rp27.000.000. Secara keseluruhan, anggaran operasional yang dipermasalahkan mencapai Rp192.000.000.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris KPU Pringsewu, Ari Mulando, menepis tudingan tersebut dan menjelaskan bahwa anggaran operasional hanya dapat dicairkan jika terdapat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dari PPK/PPS.
“Jika ada SPJ, tentu akan kami bayarkan. Namun, jika tidak ada, maka tidak bisa kami cairkan. Masa kerja Badan Adhoc telah berakhir per Januari lalu. Kami juga tidak bisa membayar terlebih dahulu sebelum ada laporan pertanggungjawaban yang jelas, karena ini menyangkut anggaran negara,” tegasnya.
Ari juga menyebutkan bahwa dana operasional sudah dianggarkan sejak tahun 2024 dan akan dikembalikan ke pemerintah daerah jika memang tidak digunakan.
Sementara itu, beberapa anggota PPK mengaku mendapatkan undangan resmi dari KPU Pringsewu untuk pertemuan, namun belum mengetahui secara pasti apakah agenda tersebut akan membahas pencairan dana operasional atau tidak.
“Kami mendapat undangan untuk menghadiri pertemuan dengan KPU. Namun, kami belum tahu apakah terkait pencairan dana operasional atau hal lainnya. Kalau memang dana itu seharusnya dicairkan, kami berharap ada kejelasan dari KPU,” ujar salah satu anggota PPK.
Polemik ini masih terus berkembang, dan masyarakat serta pihak terkait menunggu transparansi serta penyelesaian yang adil atas realisasi anggaran operasional Badan Adhoc di Kabupaten Pringsewu. (Tim)
Penulis : Tim PWRI
Editor : AMR
Sumber Berita : PWRI DPC Pringsewu