DNID.co.id – Alergi telur adalah kondisi yang menyebabkan munculnya reaksi abnormal dari sistem kekebalan tubuh terhadap protein telur. Dalam kondisi ini, sistem kekebalan tubuh alias imunitas mengenali telur sebagai zat yang bisa berbahaya bagi tubuh.
Hal itu kemudian menyebabkan sistem imun mendorong tubuh untuk melepaskan zat histamin. Ini yang menjadi penyebab munculnya gejala alergi.
Pengidap kondisi ini bisa mengalami gejala ringan hingga berat. Secara umum, putih telur merupakan bagian dari telur yang paling sering menjadi pemicu alergi daripada bagian kuning telur.

ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Alergi ini umumnya terjadi pada bayi dan akan menghilang sebelum memasuki usia remaja.
Gejala kondisi ini biasanya akan timbul beberapa saat hingga beberapa jam setelah pengidapnya mengonsumsi telur atau makanan yang mengandung telur. Beberapa gejala yang muncul karena alergi ini adalah:
- Ruam kemerahan pada kulit.
- Gatal.
- Hidung tersumbat atau pilek dan bersin.
- Kram perut.
- Mual dan muntah.
- Sakit perut.
- Diare.
- Sesak napas yang disertai bunyi ngik.
- Batuk.
- Sakit dada.
Pada kondisi yang langka, alergi pada makanan ini bisa menyebabkan gejala yang berat dan mengancam nyawa (anafilaksis). Gejala yang bisa muncul, antara lain:
- Denyut nadi cepat.
- Bengkak pada tenggorokan.
- Tekanan darah menurun drastis.
- Pusing.
- Kehilangan kesadaran atau pingsan.
Alergi makanan bisa terjadi karena imun tubuh yang bereaksi lebih tinggi dari seharusnya. Dalam konteks bahan makanan seperti telur, sistem kekebalan tubuh mengidentifikasi protein telur sebagai zat yang membahayakan tubuh dan bukannya makanan.
Akibatnya, tubuh memberikan reaksi berupa pelepasan histamin ke dalam darah dan menimbulkan reaksi alergi. Alergi dapat terjadi akibat bagian putih telur, bagian kuning telur, atau keduanya.
Pada anak, alergi yang sering terjadi adalah alergi putih telur. Sedangkan pada orang dewasa, kuning telur lebih sering menyebabkan alergi. Pada bayi yang menyusui, alergi biasanya terjadi akibat ASI ibunya yang mengonsumsi telur. Kondisi ini juga dipicu karena belum sempurnanya saluran pencernaan bayi dan anak-anak.
Faktor Risiko Alergi Telur
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang lebih rentan mengalami alergi, antara lain:
1. Usia
Bayi dan anak-anak lebih rentan mengalami alergi karena saluran pencernaan belum matang dan sempurna. Organ tubuh juga masih belum bisa mencerna jenis makanan tertentu dengan baik sehingga terjadi efek samping pada tubuh.
2. Riwayat keluarga
Alergi telur bisa bersifat turun menurun. Hal ini berarti seseorang bisa mengalaminya jika terdapat anggota keluarga yang juga alergi terhadap protein yang terkandung dalam telur. Alergi turunan terjadi karena gen tertentu terwariskan pada anak dari orang tua.
3. Riwayat alergi lain dalam keluarga
Tidak hanya alergi yang sama, seseorang juga bisa memiliki alergi makanan jika satu atau kedua orang tua memiliki alergi jenis lain. Contohnya eksim, asma, atau rhinitis. Kondisi ini bisa berdampak pada gen anak dan menyebabkan alergi pada makanan tertentu.
4. Dermatitis atopik
Pengidap dermatitis atopik atau peradangan kulit lebih berisiko membentuk alergi makanan karena kondisi kulit sudah sensitif. Sama seperti waktu terbentuknya alergi, kondisi dermatitis atopik juga muncul pada masa kanak-kanak.
Diagnosis alergi telur bisa kamu dapatkan melalui pemeriksaan medis lengkap dengan dokter. Secara umum, pemeriksaan alergi bisa terjadi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu pemeriksaan darah, fisik, dan konsumsi.
Sebelumnya, dokter akan meminta riwayat perjalanan penyakit dan gejala yang dialami pengidap, serta riwayat penyakit alergi pada kedua orang tua pengidap. Kemudian, dokter bisa melakukan satu atau lebih dari satu tes untuk membuktikan alergi.
Hal pertama, dokter bisa melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat tanda alergi yang muncul pada tubuh pengidap. Dokter akan meletakkan sejumlah kecil protein telur pada permukaan kulit pengidap dan diamati gejala alergi yang timbul.
Selain itu, dokter juga bisa memberikan sejumlah kecil telur pada pengidap untuk konsumsi agar gejala bisa muncul. Tentunya, tes ini bersifat aman karena jumlah konsumsi alergen sangat sedikit.
Pilihan yang terakhir adalah melakukan pemeriksaan darah untuk melihat respons sistem kekebalan tubuh terhadap telur dengan mengukur jumlah antibodi yang terdapat dalam darah. Setelah terbukti pasien memiliki alergi, secara bertahap dokter akan menyarankan pengidap untuk menghilangkan telur dari menu sehari-hari sambil mengamati gejala yang timbul.
Editor : Abdi M Said
Sumber Berita : Redaksi